Konsentris || Mempunyai pusat yang sama ||

130 7 2
                                    

Kupikir cintaku padamu seperti hitam di atas putih. Namun nyatanya, hanya obscuur libel.

NOT MY DESTINY




Berjam-jam tubuhnya basah oleh guyuran air shower. Namun, tidak sedikit pun bara penyesalan di dalam dirinya padam. Mandala menengadah, mengizinkan guyuran air kembali membasahi wajahnya. Menyamarkan air mata yang jatuh. Mandala menangis dalam diam, mencurahkan kesedihannya pada kesendirian.

Hatinya masih sakit. Seakan-akan sembilu yang menyayat-nyayat hatinya masih berlangsung. Padahal, dia sudah tidak lagi menyaksikan kesakitan Nanda. Namun dalam benak Mandala bayang-bayang wajah Nanda yang pucat pasi masih menghantuinya. Bibir kering, suara serak dan mata sembab kembali menambah rasa perih di sudut hati Mandala. Rasanya Mandala ingin mendekap Nanda. Ingin mengambil alih sakit yang diderita sahabat sekaligus wanita yang dicintainya. Mandala akui bahwa hatinya tidak serta merta telah menjadi milik Hera sepenuhnya. Masih ada sekian persen yang dimiliki oleh Nanda.

"Aaaaarrrgggg....!" Mandala berteriak. Membebaskan segala sakit yang menggerogoti batinnya. Tidak merasa puas, Mandala justru memukul dinding kamar mandi. Kembali melampiaskan segalanya. Seberapa keras Mandala berusaha menyingkirkan sesak yang menjara dadanya, tidak ada yang berarti. Bahkan tidak berkurang sedikit pun.

Mandala pernah berpikir jika wanita yang akan dinikahinya bukan Hera, Mandala memastikan dirinya akan berpaling. Sayangnya, Mandala harus menelan bulat-bulat niat busuknya. Tuhan  memberikan wanita yang nyaris sempurna untuk menjadi pendamping hidupnya. Wanita yang Mandala sendiri tidak yakin mampu membahagiakannya meski sudah berikrar untuk memberikan sepenuh hatinya untuk Hera.

Tubuh kekar Mandala jatuh bersimpuh di lantai kamar mandi. Beban yang dipikul pundaknya terlalu berat sampai-sampai seluruh tenaganya melemah. Otot kakinya pun menyerah. Mandala menarik badannya untuk bersandar di dinding kamar mandi, masih dengan air shower yang terus mengalir.

Mandala membuka kelopak matanya yang terasa perih, pandangannya mulai berkunang-kunang. Namun telinganya masih sempat mendengar ketukan keras di pintu kamar mandi. Senyum tipis tersungging di bibirnya. Suara ketukan itu semakin keras dan diikuti dengan meneriaki namanya.

"Mas Mandala! Buka pintu. Ini Miranti, Mas!"

"Mirantin," gumam Mandala. Sepertinya waktu untuk menyesali perbuatannya tidak bisa panjang. Mandala harus keluar dari kamar mandi sebelum Miranti membuat keributan yang lebih besar.

Sekuat tenaga Mandala berusaha berdiri. Tangannya berpegang pada dinding kamar mandi, lalu mematikan shower. Dengan langkah lunglai Mandala menarik handuk yang digantung di balik pintu kamar mandi. Begitu handuk sudah melilit sempurna di pinggangnya Mandala membuka pintu kamar mandi.

"Mandi apa tidur, sih?" semprot Miranti begitu wajah Mandala di balik pintu kamar mandi terbuka. "Miranti panggil-panggil dari tadi nggak nyaut. Miranti pikir Mas tidur di kamar mandi."

Mandala seakan mendapatkan tenaganya kembali begitu melihat Miranti yang memasang wajah galak sambil melipat tangan di depan dada. "Ngapain ke kamar Mas?" tanya Mandala sambil membuka lemari, mengambil pakaiannya. "Keluar dulu. Mas Mau ganti baju." Mandala mendorong Miranti.

"Miranti nggak mau keluar," balas Miranti sambil menaiki ranjang empuk milik Mandala. "Mas ganti baju di dalam kamar mandi aja." Mandala mengalah. Dengan sangat terpaksa di kembali masuk ke dalam kamar mandi.

Tidak sampai lima menit Mandala keluar dari kamar mandi. Kepalanya menggeleng mendapati Miranti sudah rebahan cantik sambil mengutak-atik ponsel miliknya.

"Ngapain?" tanya Mandala sambil merebahkan tubuhnya di samping Miranti. Tidak memperdulikan rambutnya yang masih basah.

Miranti menatap Mandala dengan senyum lima jarinya yang berhasil membuat dahi Mandala mengkerut.

NOT MY DESTINY [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang