Sorrow

419 61 10
                                    

"Bertahanlah, setidaknya demi diriku. Dengan begitu, aku akan tahu bahwa cinta yang kutumbuhkan tidak akan layu sia-sia."

______________________







Xiao Zhan mengakhiri kelas dengan satu tugas, yakni wajib mempraktekkan dialog yang tadi ia buat dengan aksen yang tepat. Pemuda itu juga meminta dua muridnya untuk berlatih keras dalam menyelaraskan gerak tubuh yang terlihat agak kaku---mungkin sudah lama tidak berlatih dan bermain drama atau film.

Xiao Zhan baru saja memperkenalkan akting periodik pada dua muridnya. Keduanya mulai berlatih termasuk mempelajari aksen dan dialek yang mana berbeda dibandingkan dengan masa sekarang. Xiao Zhan meminta mereka untuk mempelajari lebih dalam aksen cantonese sebagaimana yang biasa diterapkan dalam drama wuxia dan xianxia atau sejarah pada umumnya. Baik Arthur maupun Yibo sangat antusias kali ini karena mereka tahu teknik tersebut sangatlah penting dalam perkembangan akting mereka nanti.

Ketika kelas selesai, pemuda manis itu memberikan satu buku miliknya pada Yibo yang terdiri dari ratusan halaman, di mana terdapat banyak materi dasar tentang belajar akting. Ia berharap jika Yibo dapat membaca dan memahaminya dengan baik sebelum kelas dimulai.

Xiao Zhan melangkahkan kedua kakinya ke lobi, Arthur berjalan di sisi kanannya. Pemuda manis itu menatap sang muridnya yang tidak banyak bicara sejak kelas berakhir. Jadi, ia memutuskan untuk bertanya, "Arthur, kemarin kita tidak jadi makan bersama. Bagaimana dengan hari ini? Di mana kau ingin makan? Apa yang ingin kaumakan?"

Arthur tersenyum samar. "Hari ini, ya?"

Xiao Zhan berhenti melangkah, begitu juga sosok di sisinya. Pemuda itu mengernyit, menatap dengan saksama di menit berikutnya. "Kenapa? Kau ada acara?"

Arthur mengangguk. "Ayahku meminta untuk langsung pulang. Saat pergi untuk membaca materi tadi, dia menghubungiku."

"Ada hal yang mendesak? Tidak biasanya dia memintamu pulang cepat, 'kan?" tanya Xiao Zhan lagi.

Arthur menundukkan kepalanya. "Hari ini ... dia akan memperkenalkan calon istrinya."

Xiao Zhan tertegun, pemuda manis itu dapat melihat jelas ekspresi murung dari sang murid. Ia mengerti sekarang kenapa Arthur terlihat sangat berbeda hari ini, tidak dapat mengendalikan emosi dan jauh lebih diam saat di dalam kelas. Padahal, Arthur merupakan muridnya yang aktif, yang dapat mengemukakan pendapatnya, dan dapat memberikan ide-ide brilian dalam kegiatan belajar. Namun, hari ini ia hanya menjalankan tugas biasa, mengikuti apa yang Xiao Zhan perintahkan sambil sesekali mencontohkan mana yang tepat pada Yibo.

Xiao Zhan mengulurkan tangan, memegang lengan Arthur dan berujar, "Ayahmu ... benar-benar ingin menikah?"

"Dia juga tidak akan peduli kalau aku menolak."

Xiao Zhan mengembuskan napas berat. "Dia akan mencarikan ibu yang baik untukmu, percayalah. Bukankah, kau belum pernah bertemu dengan calon ibumu? Semakin lama, kau pasti akan merasa nyaman, hanya butuh sedikit waktu."

Arthur mendengkus seraya menggelengkan kepalanya. Suaranya terdengar lirih ketika ia berkata, "Aku pernah bertemu dengannya."

Xiao Zhan menaikkan alisnya. "Di mana?"

Arthur menarik napas dalam-dalam dan menghelanya dalam sekali hentakan. "Hanya sekadar melihat, fotonya ada di ponsel ayahku, menjadi titik utama mengapa mereka bertengkar dan ibuku memutuskan untuk mengakhiri hidupnya."

Xiao Zhan terbeliak, ia terkejut mendengar fakta itu. Ia merasa ia mengenal Arthur cukup lama, tetapi ia tidak sadar jika banyak hal yang tidak ia ketahui tentang pemuda berusia 21 tahun itu.

Desperated SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang