Langit Old Town Square, Praha masih terbungkus kelabu ketika musim gugur akan segera berakhir. Udara sejuk terasa ketika angin berembus lembut mengusap dahan dan ranting pohon yang ditinggalkan daunnya.
Di Gereja St. Nicholas, seorang pemuda dengan setelan tuxedo hitam menatap salib dengan pandangan nyalang. Ia juga memandang lukisan-lukisan yang terhias apik pada dinding, satu lukisan karya Jan Lukas Kracker menjadi perhatiannya---lukisan favorit sang kekasih. Arsitektur barok, dinding bercat kecokelatan, serta lonceng setinggi 79 meter terhubung pada kubah besar gereja adalah tempat yang akan ia jadikan sebagai saksi bisu upacara sakral yang akan segera berlangsung.
Sesekali, ia meremas jemarinya dengan kuat guna menghilangkan rasa cemas, sesekali pula ia mengusap peluh yang bermunculan di keningnya. Pemuda itu sangat bahagia hari ini karena hari yang ia tunggu-tunggu selama ini akhirnya tiba, ia akan menikahi sosok yang ia cintai, yang mana selalu menemani perjalanan hidup dan kariernya, yang selalu ada untuknya, dan menyempurnakan kehidupan yang sebelumnya terasa hampa.
“Tuan, di mana calon pengantinnya?” tanya sang pastor.
Pemuda dengan wajah tampan dan tubuh tegap itu mengembuskan napas berat, tamu undangan yang tak lain adalah teman-temannya itu sudah menunggu sejak 30 menit yang lalu. Namun, acara yang seharusnya sudah dimulai mendadak terlambat karena calon pengantin tak kunjung tiba.
“Aku akan menghubunginya.” Pemuda itu ijin keluar. Ia mengambil ponsel dari dalam saku celana yang ia kenakan dan menghubungi nomor yang ada di sana.
“Xiao Zhan, kau ada di mana sebenarnya?” gumamnya. Pemuda itu sudah mengubungi nomor tersebut berkali-kali. Namun, tak pernah ada jawaban. Ia menengadah dan memandang langit kelabu di sisa musim gugur. Udara lembap berhasil ia hirup ke dalam paru-paru secara perlahan, kecewa akan janji yang mungkin akan diingkari kekasihnya itu.
“Ge¹, Xiao Zhan … tidak datang?” Seorang pemuda dengan setelan jas hitam menghampiri sang kakak, ia khawatir melihat sosok itu keluar gereja dan tak kunjung kembali.
Sang pengantin tersenyum sendu, ia bergegas masuk tanpa menjawab pertanyaan sang adik. Pemuda itu berdiri di atas podium, menatap tamu undangan---tanpa kedua orang tuanya---yang menolak untuk datang. “Sebelumnya, aku sangat berterima kasih karena kalian menyempatkan diri untuk hadir di acara pentingku. Namun, aku juga ingin menyampaikan permintaan maafku pada kalian semua, aku … terpaksa membatalkan pernikahanku dengan Xiao Zhan.”
Beberapa orang berbisik, sebagian lagi terkejut hingga bergeming. Mereka tak mengira jika pasangan yang terlihat romantis dan baik-baik saja saat menjalin asmara itu tidak bisa mewujudkan impian mereka ke jenjang pernikahan. Tak ada yang berani menanyakan alasannya, Haoxuan---sang adik pun tak berani buka suara dan menanyakan apa yang terjadi.
Wang Yibo turun dari podium setelah memberikan penghormatan. Ia bergegas keluar, berniat mencari sosok manis itu ke apartemennya, tetapi langkah itu harus terhenti kala ponselnya berdering. Ia mengambilnya, menerima panggilan itu dengan napas memburu. “Ke mana kau, Xiao Zhan? Kau sengaja membiarkanku berdiri sendirian di atas podium? Kau sengaja membuatku malu di depan semua orang? Kau membuatku malu karena tidak berhasil membuktikan pada orang tuaku bahwa kau adalah pilihan yang terbaik. Kau … benar-benar keterlaluan!”
Seseorang di seberang sana tak bersuara untuk beberapa menit lamanya, pada akhirnya ia berucap, “Maaf, Yibo. Aku sama sekali tidak bermaksud untuk---“
“Omong kosong!” sergah pemuda itu. Ia masih berada tak jauh dari gereja. Ia memegang ponselnya dengan erat. “Aku mencintaimu, Xiao Zhan, itulah yang yang harus kautahu. Detik ini, aku menyadari bahwa kau tidak memiliki perasaan yang sama. Orang tuaku memang benar, kau hanya mempermainkanku. Licik! Aku akan sangat membencimu.”
“Yibo, dengarkan aku dulu, aku---“
Suara benturan dan pecahan kaca terdengar jelas bersamaan dengan terputusnya panggilan itu. Yibo mendadak beku, ia menurunkan ponsel yang semula menempel pada telinganya, jantungnya berdegup cepat setelah mendengar kerasnya suara yang ia dengar di seberang sana.
Ia meneguk salivanya dengan kuat, berlari menuju apartemen Xiao Zhan guna memastikan sosok itu baik-baik saja. Namun, sesampainya di sana, Yibo tak menemukan apa pun terkecuali sebuah catatan di pintu.
“Dear, Wang Yibo. My desperated soul and life are coming, you and I will never be us ….”
______________
Ge¹ Panggilan Kakak laki-laki di Cina_________ Desperated Soul _______
By Veronattha-
-__To be continued__
KAMU SEDANG MEMBACA
Desperated Soul
Fiksi Penggemar||🥇Masuk Reading List @WattpadFanficID Edisi Maret 2022 sebagai 2 Cerita Terbaik || For you my everlasting love .... The world never be ours, but my world always be yours. I'll be happy to be yours and you always be mine, then we always be us .... ...