Under Pressure

164 27 10
                                    

"An incredible pain is letting you go when I'm not ready for doing it."
__________________





Sepulangnya dari Petrin dan mengantarkan Xiao Zhan pulang, Yibo berjalan gontai ke sekolah. Ia berharap bisa menemukan sedikit bukti atau ada yang tersisa guna membantunya membebaskan Arthur, setidaknya agar bukti semakin kuat.

Pemuda itu agak terkejut ketika mendapati seorang gadis berambut hitam panjang yang berdiri di depan gedung sekolah dengan pandangan kosong. Yibo menyeringai, ia harus mempersiapkan akting terbaiknya kali ini, bukti kuat ada di depan mata, dan ia tidak ingin mengabaikannya.

Yibo berjalan menghampiri sang gadis yang agak terkejut dengan kehadirannya. Yibo melirik gadis itu dari atas sampai bawah. "Hai Lusi, lama tidak bertemu denganmu."

Lusi, gadis dengan senyuman di bibir itu menjawab, "Hai Tuan Muda Wang, apa kabar?"

Yibo mengangkat bahu. "Kurang baik, apa kau ... bersedia pergi sebentar denganku?"

Lusi mengernyit. "Alasan apa yang membuatku harus menerima tawaranmu? Jangan bilang ... kau ingin mengetahui semua tentang Xiao Laoshi lagi dariku seperti waktu itu."

Yibo tertawa kecil. "Tidak, tidak. Mood-ku sedang tidak baik, aku ingin berjalan-jalan atau menikmati secangkir kopi di kedai. Kau tidak keberatan, 'kan? Tentu saja, aku yang akan membayarnya jika kau ikut."

Lusi tersenyum sambil mengangguk. "Bisa kalau begitu. Ayo!"

Yibo menyeringai, ia mengajak Lusi ke Cafe Ami, Praha. Keduanya menikmati secangkir kopi hangat di meja dekat kaca. Setelah berdiam cukup lama, Yibo akhirnya berkata, "Kau mendapatkan kabar jika Xiao Zhan dan Arthur terluka di sekolah?"

Lusi mengangguk, jemarinya memegang cangkir di atas meja. "Ya, cukup mengerikan. Sebelumnya, aku sudah curiga karena CCTV dan pintu sekolah mendadak rusak. Tuan Muda Chen memintaku untuk waspada dan pulang lebih awal waktu itu."

Yibo menaikkan alisnya. "Kau yang memegang kunci sekolah, 'kan? Kau tidak tahu kenapa CCTV mendadak rusak? Apakah ada orang yang mencurigakan?"

Lusi menghela napas, pandangannya terarah ke luar jendela. "Ya, ada mobil di seberang jalan yang tidak pergi sehari sebelum kejadian. Mungkin, dia mengamati sebelum aksinya dimulai."

Yibo tersenyum, mengambil cangkirnya dari atas meja, meneguk kopinya perlahan. Pembohong ulung!

"Bagaimana denganmu? Dari mana kau mendapatkan kabar itu?" tanya Lusi.

Yibo meletakkan kembali cangkir yang ia pegang dan menjawab, "Adikku."

Lusi mengangguk. "Aku tidak habis pikir kenapa orang itu melukai Xiao Laoshi dan Tuan Muda Chen."

Cih! Bukankah itu hal yang kau lakukan? Kenapa tidak tanya pada diri sendiri? Yibo mendadak mual.

"Benar, bisa jadi orang itu sudah hilang akal sehat. Oh ya, Lusi. Sejak kapan kau bekerja di sana dan mengenal Arthur?" tanya Yibo, mencoba untuk menahan diri agar tidak dicurigai.

Lusi tersenyum. "Dari awal sekolah itu dibangun. Aku melamar sebagai admin, membantu Tuan Muda Chen mempromosikan sekolah di media sosial, mencari guru-guru terbaik, dan mendatangkan murid. Kira-kira sebelum Xiao Laoshi bergabung. Kenapa bertanya begitu? Tidak biasanya."

Yibo meringis. "Ah, tidak. Aku hanya penasaran. Kulihat kau cukup akrab dengan Arthur, aku hanya tidak tahu kedekatan kalian seperti apa dan bagaimana karakternya."

Lusi terdiam sejenak, memandangi aktivitas di luar sana dengan baik. Kemudian, setelah beberapa menit, ia berkata, "Dulu, kami cukup akrab. Tuan Muda Chen sering mengajakku pergi ke luar, membagikan brosur bersama, atau hanya sekadar mengobrol. Dia juga menawariku apakah aku ingin melanjutkan sekolah atau tidak, dia bersedia membayar biayanya sampai aku lulus, tapi aku cukup tahu diri, dia sudah terlalu baik. Aku tidak terlalu kompeten saat itu, tapi berani masuk ke sana. Tuan Muda Chen tidak merendahkanku, dia mengajariku dengan baik, walaupun dia masih muda, tapi pengetahuannya luar biasa."

Desperated SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang