Planning

224 37 21
                                    

"Dear, Autumn ....
Bola-bola salju belum berjatuhan, tetapi dinginnya sama saja ketika daun oranye milikmu berguguran, terasa ngilu hingga lapisan belulang terdalam, mengoyak kehangatan yang susah payah dibangun, dan mengantarkan beku yang beradu pada pilunya masa lalu."
_______________





Ketika malam tiba, Arthur berdiam diri di balkon rumahnya, duduk di lantai sambil bersandar pada dinding setelah meminta sang tahanan menemuinya. Aktor muda itu tersenyum kala Bowen datang dan menghampiri dengan langkah kikuk.

“Gege, duduklah bersamaku,” ucap Arthur.

Bowen mengerjap, ia duduk di sisi kiri pemuda itu dengan canggung. Ia sudah berada di sana sejak seminggu lalu, tidak beranjak sedikit pun karena Arthur tidak memberikan titah pada siapapun di sana untuk membebaskan. Namun, Bowen merasa sangat nyaman. Bagaimana tidak? Ia diberikan kamar, diberi makanan lezat, dibelikan pakaian ganti, ia menjadi tahanan paling bahagia.

“Gege, aku minta maaf karena menahanmu cukup lama di sini. Waktu itu, sebenarnya aku ingin membebaskanmu, tapi … aku tidak sempat memberitahu Yuchen Ge,” ucap Arthur pada Bowen.

Bowen meringis, pemuda di sisinya bahkan sangat sopan. Padahal, dia sudah melakukan kesalahan. Jika orang lain, Bowen sudah pasti akan menjadi korban amukan karena tindakannya itu. Namun, ia justru mendapatkan hal yang sebaliknya, Arthur memperlakukannya dengan sangat baik, bahkan tidak ada guratan benci di wajahnya.

“Aku tahu Tuan Muda masuk rumah sakit. Asisten rumah tanggamu yang mengatakannya,” ucap Bowen.

Arthur mengangguk. “Apa dia memberikan makanan dengan baik? Dia tidak menyulitkan Gege, ‘kan?”

Bowen menggelengkan kepalanya. “Tidak sama sekali, aku sangat berterima kasih padanya dan kebaikan Tuan Muda. Omong-omong, Tuan Muda tidak perlu memanggilku Gege, aku hanya asisten pribadi, jangan terlalu sopan.”

“Eh?” Arthur mengerjap. “Memangnya kenapa? Bukankah Gege lebih tua dariku, apa pun profesi Gege, tetap saja aku harus tahu etika. Mana mungkin aku memanggil Gege dengan nama? Itu justru sangat tidak sopan, aku tidak berani. Gege juga jangan memanggilku begitu, panggil aku Arthur agar lebih akrab.”

“Tapi ….”

“Yuchen Ge memanggilku Tuan Muda karena perintah ayahku, katanya agar Yuchen Ge tidak dicibir media karena memanggilku dengan nama langsung. Sejujurnya, jika tidak ada orang lain, dia memanggilku dengan Arthur tanpa sapaan Tuan Muda. Itu lebih nyaman untuk didengar, aku seperti adiknya dan dia seperti kakakku. Dia memang sopir pribadiku, tapi aku selalu menganggapnya sebagai bagian dari keluarga Chen. Gege juga harus seperti itu, jangan merasa tidak enak hati,” ujar Arthur.

Bowen kehilangan kata-kata, ada rasa penyesalan karena aksi buruknya. “Baiklah.”

Arthur tersenyum, ia menatap langit Praha yang gelap. “Aku sudah meminta Yuchen Ge untuk mengantar Gege pulang besok. Malam ini, Gege bisa istirahat dengan baik, besok pagi Gege bisa pulang, aku tidak akan menahan Gege lagi.”

Bowen mengangguk. “Terima kasih dan maaf atas tindakanku.”

Arthur tertawa, menepuk bahu Bowen dan berkata, “Ayolah, Gege tidak bersalah, Gege hanya menjalankan tugas, aku mengerti. Jangan terus menerus menyalahkan diri, aku tahu bagaimana rasanya melakukan sesuatu yang tidak kita inginkan. Aku sudah memaafkan Gege, aku juga tidak marah karena ide Yibo ini, aku baik-baik saja, tidak perlu minta maaf.”

Desperated SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang