tok tok tok
beberapa kali bocah laki-laki yang kian sudah menginjak umur delapan tahun itu mengetuk pintu jumbo berbahan kayu dengan tenaga terbesarnya yang bisa dia keluarkan, dengan tangan kanannya yang masih setia tanpa sedikitpun mau terlepas dari genggaman aunty berparas bule cantiknya.
dia mendongak agak tinggi menuju wanita yang jauh lebih tinggi disebelahnya. "aunty wendy, kok aunty irene gak buka-buka pintunya ya? apa kita salah rumah?"
wendy tersenyum tipis mengusap rambut azka dan menyisirnya perlahan. "ngga kok bener ini rumahnya, kita coba tunggu sebentar ya?"
akhirnya bocah itu kembali mengangguk polos dan melanjutkan mengetuk pintunya menunggu sang pemilik rumah membuka atau setidaknya menyaut. gak lama mereka mendengar suara jawaban wanita dari dalam dengan suara yang samar-samar. kemudian dalam beberapa detik pintu utama itu terbuka lebar menampilkan seorang wanita mungil dan cantik tapi sayangnya dia tidak hanya sendiri melainkan bersama... seorang bayi perempuan digendongannya.
perlahan senyuman yang tercipta lebar nan indah dibibir kecil milik azka terurung, begitu juga dengan wanita dihadapannya. ia membeku seperti air yang lantas mengkrystal begitu dibuang keluar ruangan dengan suhu -60° celcius.
"w-wendy?" wanita itu terbata melihat tamu yang mendatanginya, namun dia jauh lebih terkejut ketika sudah menundukan pandangannya. bocah laki-laki yang lekas tumbuh besar setelah satu tahun lebih dirinya tidak lagi menemuinya, seorang anak laki-laki yang tumbuh besar dalam rahimnya selama sembilan bulan namun dirinya tidak sama sekali bisa menyusuinya, menggendongnya, bahkan hanya sekedar melihatnyapun dirinya tidak sempat.
seorang anak yang dirinya cari setengah mati melawan semua orang yang menentang akan asumsinya, namun ketika dirinya sudah mengetahui semuanya. itu harus kembali hancur.
secara tiba-tiba tampungan air matanya penuh hingga itu membuatnya overload dan menggugurkan tetes demi tetes air mata dipipinya. hingga suara bayi yang berkemam lucu memecahkan suasananya, wanita itu dengan hati-hati berlutut. "a-azka."
kemudian mendekapnya dengan satu tangannya yang bebas membiarkan tangisannya meledak. "m-maafin m-mama aka.."
Azka? entahlah apa yang bocah itu rasakan. bertemu kembali dengan aunty cantik kesayangannya yang merupakan mamah kandungnya juga tapi sekarang dia kembali dikejutkan oleh sosok bayi perempuan digendongan mamahnya.
itu bikin azka sendiri gak sanggup buat berkata apa-apa.
bahkan untuk membalas dekapan mamahnya saja azka ga bisa, itu terasa terlalu sulit untuknya.
"Bu Irene." Wendy menyeru, dia sadar betul adik kecilnya masih terlalu terkejut akan keadaan dan sepertinya dia masih belum bisa menerimanya dengan baik. Wendy paham itu.
sampai membuat sang pemilik nama melepaskan pelukannya sebelum sempat mendapatkan balasan apapun. ada rasa kecewa dan terluka jauh terbesit dihatinya, tapi Irene sadar itu adalah konsekuensi yang memang seharusnya ia terima ketika memutuskan buat pergi dari hidup Azka dan... seulgi.
Irene mengusap matanya kasar sebelum membiarkan senyuman tipis tidak bergairah itu terlukis dibibirnya, lalu memandang mata bundar Azka yang hanya menatapnya balik dengan tatapan kosong.
sementara bayi yang berada ditengah mereka hanya mendengak memandang mamahnya bingung.
Irene berdiri menghadap Wendy, dan entah mengapa atensi dia tertarik kebelakang Wendy mencari seseorang lainnya yang Irene harapkan datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
| Seulgi And Azka |
Hayran KurguSeulgi bersama adik kesayangannya yang dikelilingi oleh empat aunty cantiknya.