Bab 1

5.3K 367 3
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Kasih sayang seorang Ibu memang tidak akan pernah luntur, walau hidup akan terus berjalan, dan waktu tidak bisa diulur, karena sejatinya, Ibu akan menjadi sosok yang paling istimewa, untuk semua anak-anaknya."

∆∆∆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

∆∆∆

Hidup menjadi anak pertama, dan tulang punggung keluarga, memang terkadang harus kuat mental, dan tenaga.

Bahkan disaat tumbuh besar, tanpa ada sosok pahlawan yang mengajarkan, memang terasa sulit. Sangat sulit, untuk dijalani.

Namun, semua itu bisa dilewati, karena ada sosok istimewa, yang selalu ada untuk dirinya, dan juga Adeknya. Pahlawan tanpa sayap, yang selalu mengajarkan, dan membimbing dirinya sampai bisa menjadi Lelaki sholeh dan mapan seperti sekarang.

"Assalamu'alaikum Umma!"

Wanita paruh baya, dengan Jilbab panjangnya, membalikkan badan, tersenyum lembut menatap putranya yang berdiri sempurna disana.

"Abang Ih! Selalu ngagetin Umma ...." kesal Umma Fiya, sembari berjalan menuju ke putranya.

Ibrahim terkekeh pelan, kemudian mendekati Ummanya, melabuhkan kecupan singkat di pipi.

"Sini, biar Umma yang lepas jas kantor kamu," ujar Umma Fiya, sembari melepas jas kantor yang dikenakan Ibrahim, menyisakan kemeja putih yang digulung sampai kesiku.

Umma Fiya sejenak terpaku menatap garis wajah Ibrahim, matanya berkaca, karena mengingat mendiang suaminya.

Ibrahim yang akan menuangkan air putih kedalam gelas kaca, berhenti, karena menatap Ummanya yang melamun dengan mata berkaca.

Segera, ia meletakkan gelas tersebut, kemudian menghampiri Ummanya.

Umma Fiya tersentak, saat mendapatkan pelukan dari putranya. "Umma, kenapa?"

Umma Fiya menggeleng, sembari menyeka air matanya, lalu melepas pelukan Ibrahim, kemudian berjalan menuju ke ruang makan.

Helaan nafas panjang, keluar dari mulut Ibrahim. Netranya menatap lekat raga Ummanya yang terlihat menyibukkan dirinya.

Ibrahim sudah dewasa, ia tahu jelas, bahwa Ummanya merindukan Abinya yang telah tiada, saat ia masih kecil.

Munafik, kalau Ibrahim bisa bahagia, setelah melewati masa-masa sulit, melihat Ummanya banting tulang sendiri menghidupi ia dan Adeknya.

Izinkan Aku Menghalalkanmu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang