Bab 10

1.9K 190 10
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Satu hal yang harus selalu diingat, bahwa hidup akan selalu mengajarkan artinya melepaskan, sebab tidak ada ikhlas yang paling sempurna, dikala hati belum merasakan apa yang namanya kecewa."

Bacanya sambil dengerin lagu di mulmed yah:)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bacanya sambil dengerin lagu di mulmed yah:)

©©©

Seorang lelaki duduk termenung di balkon kamarnya, sejak satu minggu berlalu dimana kejadian yang membuat perasaannya hancur. Dirinya terlambat, semuanya telah berakhir.

Ingatan membawanya disaat Briana benar-benar sudah melupakan dirinya.

"Abang ...." lirih Umma Fiya sembari mencengkram kemeja putranya.

Ibrahim menampilkan wajah tenangnya, walau di dalam sana perasaan hancur bertubi-tubi menghujami hatinya.

"Maaf, saya tadi tergesa-gesa membuka pintu, silahkan dilanjutkan acaranya, Umma ayo pulang, Ibra sudah lapar ingin segera makan," ucap Ibrahim membuat Umma Fiya menatap wajah sendu yang ditutupi putranya dengan seulas senyum tipis di bibirnya.

Atiqa melangkah menuju ke arah Ibrahim, tatapan kecewa, sakit hati, perasaan tidak rela, terpancar jelas dari netra lelaki didepannya.

"Ibra, maafkan Tante, ini semua diluar kendali Tante, An---"

Ibrahim segera memotong ucapan Atiqa, sebab tidak ingin membuat semuanya menjadi rumit.

"Tidak apa-apa Tante, Ibra kesini hanya ingin menjemput Umma," tuturnya dengsn seulas senyum tipisnya.

Atiqa terdiam, ia mencengkram kedua bahu Ibrahim dan meremasnya pelan. "Tante tau kamu kuat Nak," bisiknya membuat Ibrahim mengangguk samar.

Lantas, setelahnya Ibrahim berjalan menuju dimana Alvin berdiri.

"Congrats bro! Selalu jaga Ana," ucap Ibrahim masih mempertahankan senyumannya.

Briana menatap wajah Ibrahim, dan kebetulan Ibrahim juga menoleh pada Briana.

"Semoga semua ini terbaik untukmu Ana, doaku akan selalu menyertai langkahmu, maafkan aku," ujarnya lalu membalikkan tubuh dan pergi bersama sang Umma yang turut menggengam tangannya.

Satu hal yang Ibrahim harapkan saat langkah kakinya menjauh dari rumah Briana, bahwa perempuan tersebut akan menghentikan langkahnya. Namun, semua terasa sia-sia saat ia membalikkan badan sebelum keluar gerbang. Hanya kesepian dan angin malam yang menyapa.

Izinkan Aku Menghalalkanmu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang