Bab 6

1.7K 203 0
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Tidak perlu menyalahkan diri sendiri, kalau sesuatu sudah terjadi, ikhlaskan saja dan tidak perlu menyesalinya, sebab semua sudah kehendak Allah yang Maha Kuasa."

©©©

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

©©©

Di siang hari seperti ini, Briana biasanya melaksanakan sholar dhuzur terlebih dahulu setelah itu, ia akan makan di kantin rumah sakit.

Dengan langkah ringan, Briana memasuki kantin rumah sakit setelah melaksanakan sholat dhuzur.

"La, aku ke warung depan sana, mau beli roti bakar, lagi pengen," ujar Briana pada Ayla—teman kerjanya.

Ayla mengangguk pelan, dengan menikmati makanannya. "Hati-hati Na."

Briana tersenyum dengan anggukan kepalanya, kemudian ia meninggalkan Ayla dan berjalan pelan menuju warung roti bakar yang selalu menjadi langganan Briana setiap makan siang.

"Loh, itu kan Umma Fiya?" gumam Briana seraya berjalan menghampiri Umma Fiya yang terlihat menggendong kucing.

Namun, langkah kaki Briana otomatis bergerak cepat, saat ada mobil hitam melaju cepat menuju Umma Fiya.

Tanpa pikir panjang, Briana mendorong Umma Fiya ke pinggir jalan. Namun, berakhir tubuhnya yang tertabrak mobil hitam tersebut, rasa sakit menghujam tubuhnya, apalagi pening dikepalanya yang terasa menusuk, darah segar keluar dari kepalanya, disusul dengan pandangannya yang memburam, lantas kegelapan pun membawanya.

°•°

Tidak ada yang menduga bahwa orang yang selama ini selalu dekat dengannya, sekarang malah melupakan segalanya.

Mati rasa bahkan sudah Ibrahim rasakan, sesaat mendengar suara Briana yang menanyakan siapa dirinya.

Tepukan bahu yang berasal dari Zidan, membuat Ibrahim menoleh.

"Sendirian?" tanya Zidan membuka suara.

Ibrahim tersenyum, lantas berkata, "Masih menunggu Umma, Om."

Zidan manggut-manggut, lantas berkata kembali, "Jangan merasa sedih karena Ana melupakanmu, dia hanya lupa sesaat saja," ujarnya pada Ibrahim yang terdiam.

"Om tau Ibra, kamu memendam perasaan pada putri Om," ungkap Zidan, disambut keterkejutan dari Ibrahim.

Zidan terkekeh pelan, "Selama ini, perhatian kamu, kekhawatiran kamu, semua Om tau, itu lebih dari sekedar sahabat."

Izinkan Aku Menghalalkanmu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang