Bab 17

1.5K 192 3
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Langit yang semakin mendekat, artinya dunia semakin tua, banyak maksiat dimana-mana, banyak kejahatan yang merajalela."

©©©

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

©©©

Azmiya berlari dengan air mata yang membasahi pipinya, kabar bahwa sang Bunda sedang dalam masa kritis, membuat ia langsung meninggalkan pekerjaan. Tanpa tahu, Ibrahim turut mengikutinya sampai ke Rumah sakit.

"Bagaimana dengan kondisi Bunda saya Dok?" tanya Azmiya setelah sampai di depan ruangan Bundanya, bertepatan dengan sang Dokter yang keluar.

"Bunda kamu semakin kritis, Rumah sakit ini pun sudah mencari ginjal yang cocok untuk Bunda kamu, tetap--"

"Saya sudah dapatkan, segera urus operasi donor ginjalnya."

Azmiya mendongak menatap Ibrahim yang berdiri disebelahnya, menatapnya dengan sorot netra yang sama sekali tidak Azmiya ketahui apa artinya. Seperti ada sesuatu yang berbeda dengan tatapan Ibrahim.

Dokter tersebut menatap Ibrahim sembari mengerutkan keningnya, "Saya Ibrahim, Dok. Tolong segera diurus untuk operasi donor ginjalnya, untuk urusan administrasi, biarkan saya yang menang--"

Azmiya menggeleng, "Tidak Pak Ibra, saya bis--

Ibrahim menoleh pada Azmiya dengan tatapan tajamnya, "Diam kamu Miya!"

Azmiya tersentak kaget ia menunduk tidak berani menatap Ibrahim lagi.

"Baik, saya akan segera melakukan operasi donor ginjal secepatnya, untuk sementara waktu, Bu Lina bisa dijenguk, tetapi jangan lama-lama, kondisinya masih lemah."

Azmiya mengangguk, sembari menatap Ibrahim yang tetap diam dengan pandangan lurus ke depan.

"Saya permisi terlebih dahulu, nanti perawat akan mengurus keperluan operasinya."

"Terimakasih Dokter."

Sang Dokter mengangguk, lantas meninggalkan ruang inap Lina.

Azmiya menatap Ibrahim yang ternyata juga sedang menatapnya.

"Pak Ibra, sudah cukup Bapak membantu saya, tolong jangan buat saya berhutang budi dengan Bapak, sa--"

Ibrahim menghembuskan nafasnya, seraya mengalihkan perhatian dari Azmiya. Ia duduk di kursi yang tersedia di luar ruang inap.

"Saya tidak merasa membuatmu berhutang budi dengan saya Miya," ucapnya menimbulkan kerutan dikening Azmiya.

"Astaghfirullah Ba--"

Ibrahim mendengus kasar, "Jangan panggil saya Bapak Miya, saya bukan Bapak kamu," paparnya dengan nada kesal yang kentara.

"Pak Ibra atasan sa--"

Izinkan Aku Menghalalkanmu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang