5 Januari
Akhir-akhir ini aku merasa aku mulai banyak memikirkan seseorang. Aku banyak melamun, memikirkan sesuatu yang sepengelihatan Sheza seperti sedang memikirkan hutang negara. Aku tidak tahu kenapa tebakannya random sekali, tapi kuakui memikirkan kehidupan seseorang yang beberapa hari lalu kutemui memang serumit itu. Bagaimana hidup seseorang bisa semenyedihkan itu dan sejauh aku mengenalnya dia lelaki baik. Maksudku, apa yang dia lakukan di kehidupan sebelumnya hingga hidupnya terlihat menyedihkan begini?
Sejak saat itu aku juga banyak memperhatikan Juno. Entah sebanyak apa aku telah memperhatikan lelaki itu hingga aku tahu informasi-informasi sepele tentang dirinya, seperti dia tak ada di kantin saat jam istirahat, dia datang 15 menit sebelum bel pertama masuk, tempat lokernya berada di koridor kelas 1C sebelah kiri dan nomor 6 dari kanan, lokernya memiliki stiker bulan dan bintang, sepatunya warna hitam corak putih di sol bawah, dia selalu minum kola kemasan saat pulang sekolah, dan satu lagi dia selalu sendiri.
"Jadi bagaimana solusi untuk melunasi hutang negara?"
Aku terbangun dari lamunan mendapati Sheza sudah berada di sampingku dengan permen gagangnya saat semalam dia berkata padaku dengan percaya dirinya bahwa ia berencana akan bolos hari ini.
"Kau banyak melamun sejak beberapa hari kemarin tapi aku tak mendengar satu solusi pun untuk melunasi hutang negara."
Anak sialan.
"Kupikir kau akan bolos," aku mengalihkan topik karena pertanyaannya tidak bermutu dan tidak penting untuk dijawab.
"Tidak, ayahku memergoki jadi sepertinya cari mati jika aku nekat bolos."
"Memangnya kenapa kau ingin bolos?"
"Hanya ingin?" dia tertawa nakal sembari menjulurkan lidahnya yang berwarna biru bekas permen.
Kenapa teman masa kecilku gadis sialan seperti dia?
Aku mengabaikannya, sekilas melihat ke jendela yang langsung memperlihatkan koridor sepanjang kelas 1A hingga 1E dan bingo! Aku menemukan Juno melintasi koridor. Ah benar, 15 menit sebelum bel masuk berdering. Oh poninya ke arah kiri sekarang? Apa gantungan kunci berbentuk bintang itu baru? Kurasa sebelumnya tidak ada.
Astaga kenapa aku hapal?
"Jadi sebenarnya kau memikirkan apa?" lagi-lagi ia memecah lamunanku. Menepuk-nepuk bahuku kasar menuntut jawaban.
"Kenapa kau penasaran sekali?" ketusku.
"Aku bosan melihatmu selalu melamun begitu serius, hey kau bahkan tak pernah begini saat menghadapi ulangan. Mana wajah santai itu?"
"Aku tidak tahu, aku banyak memikirkan seseorang sekarang," jawabku menghela napas berat. Kenapa aku begitu peduli urusan Juno? Maksudku, ya mungkin ini bentuk simpatiku karena cerita menyedihkannya tempo lalu tapi apa harus sejauh ini? Aku bahkan tak memikirkan solusi apapun.
"Laki-laki?"
"Ya."
"Kau jatuh cinta."
Astaga! Kenapa dia sok tahu sekali?
"Tutup mulutmu, berani sekali kau!"
"Itu terlihat jelas!"
"Tahu apa kau?"
"Tahu tentang segala urusan cinta daripada kau!" cibirnya, dan tentu saja aku terdiam karena ucapan Sheza bisa dikatakan sepenuhnya benar. Aku tahu selama ini dia selalu menjadi tempat konsultasi soal percintaanku dengan orang lain dan dia selalu mengerti kemana arah pembicaraanku, tapi ini sungguh tidak masuk akal. Aku tak memikirkan bagaimana aku dan Juno akan jalan berdua di taman, memikirkan kencan malam hari atau pergi ke pesta bersama. Sungguh tak ada sedikit pun pemikiran seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Rain
Teen FictionSore itu, hujan mempertemukanku dengan seorang lelaki pemilik payung merah. Kehangatan yang ia berikan lewat payung tersebut membuatku menyimpan sebuah perasaan yang semakin hari semakin mendalam. Dan sekarang, aku terjebak dengan perasaan yang tak...