Seperti yang kubilang, kami akan cepat berbaikan—atau mungkin sejak awal kita memang tidak menganggap ini pertengkaran? Kini kami makan di sisi lapangan yang cukup sepi karena orang-orang sedang berada di gedung kantin—kecuali Juno mungkin di taman belakang. Sheza seperti biasa banyak berbicara, tentang bagaimana dia menjadi kekasih yang baik untuk Wisnu meski kenyataannya dia selingkuh hanya karena bosan. Hidupnya memang lelucon. Ya, benar akhirnya setelah sekian lama aku mencurigai sikap misteriusnya ia akhirnya mengungkapkan soal drama putus cinta itu.
"Jadi kau menyesal?"
"Seharusnya Wisnu yang menyesal." lihatlah dia masih mengelak.
"Kenapa dia?" responku tertawa mengejek.
"Kenapa dia melepaskanku? Membiarkanku selingkuh?" Maaf, apa katanya?
"Kau juga ternyata bodoh ya dalam urusan cinta. Bagaimana bisa aku konsultasi soal hubungan padamu?"
Sheza terdiam, biasanya dia akan langsung mengumpat tapi ia kini hanya menatap langit persis seperti orang menyedihkan.
"Kau tahu Wisnu orang baik?"
"Tentu saja," jawabku yakin.
"Aku akan berbicara jujur padamu dan kuharap kau tidak mengadu apapun. Meski sebenarnya kau tidak mengenal Wisnu tapi tetap jaga rahasia itu."
Hmm, dia salah besar. Aku kenal Wisnu tanpa sepengetahuannya. Ternyata dia ikut kursus matematika di guru privatku. Okey singkat cerita kami sebenarnya memiliki jadwal yang terpisah hingga di satu hari tertentu guru privatku mengajukan untuk menyatukan jadwal karena adanya halangan di hari tersebut. Dan disitu aku mengenal Wisnu.
"Saat itu dia ada di lapang upacara dengan teman-temannya. Mereka semua membahas tentang gadis mereka, dan hingga tiba gilirannya Wisnu, semua orang berkomentar betapa berandalnya aku untuk orang sebaik Wisnu. Mereka berkata bahwa aku hanya akan membuang-buang waktu Wisnu dan menghambat cita-citanya, kau tahu dia bercita-cita jadi arsitek? Dan mereka bilang Wisnu memilih menghabiskan waktu denganku daripada belajar untuk masuk Universitas. Mereka juga bilang aku gadis jalang, playgirl dan sok tomboy."
Aku menganga sekaligus terkejut mendengar kalimat terakhir. Sheza memang tomboy dan playgirl aku tak menyangkal karena aku tahu itu sejak lama, tapi bagaimana bisa mereka melabeli sahabatku gadis jalang? Seberandalnya dia, Sheza tak pernah tidur sembarangan dengan laki-laki. Jujur itu menyakiti harga diriku juga.
"Aku sungguh tidak masalah dengan julukan itu, maksudku karena aku tidak merasa menjadi gadis seperti itu aku tidak terlalu ambil pusing. Tapi kau tahu? Aku memikirkan masa depan Wisnu. Dia punya mimpi, dia punya masa depan yang harus dia perjuangkan dan kurasa ada di hidupnya hanya akan membuang-buang waktu berharganya. Aku sadar aku terlalu dominan untuknya, terlalu mengatur sehingga dia tak punya kendali atas dirinya dan kehilangan banyak waktu untuk dirinya sendiri. Kau tahu, aku toxic relationship baginya. Aku hanya parasit dan parasit harunya lenyap," lanjut Sheza terdengar agak pilu.
Sungguh apa pelaku toxic relationship punya sikap tahu diri? Maksudku mereka toxic karena mereka tidak tahu diri dan terus mengambil kendali pasangannya, bukan? Kupikir Sheza hanya terlalu emosional saat itu.
"Aku seperti orang menyedihkan yang mengharapkan bersanding dengan orang sebaik Wisnu. Aku seperti mengemis, jadi kupikir dengan aku selingkuh aku tak terlihat mundur darinya dan sedih akan keputusanku, lebih terlihat seperti aku menemukan lelaki baru dan aku bahagia tanpamu. Di sisi lain agar Wisnu juga sakit hati dan menyerah padaku."
"Jadi selingkuh itu palsu?"
"Tentu saja. Apa maksudmu Kak Daniel tipeku? Dia playboy! Dan apa kau pikir Kak Daniel juga menyukaiku? Ketua basket Daniel Chio menyukai orang sepertiku?! Tentu saja tidak, dia hanya bermain, jadi aku menyetujuinya. Kami hanya bermain permainan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Rain
Teen FictionSore itu, hujan mempertemukanku dengan seorang lelaki pemilik payung merah. Kehangatan yang ia berikan lewat payung tersebut membuatku menyimpan sebuah perasaan yang semakin hari semakin mendalam. Dan sekarang, aku terjebak dengan perasaan yang tak...