23 Januari
Perdebatan beberapa hari lalu dengan Yasmine cukup membuatku menghadapi jam tidur yang tak menentu. Di satu malam aku berpikir panjang bagaimana jika Yasmine benar dan Juno hanya sedikit berlebihan? Maksudku, itu memang tidak masuk akal bagi remaja usia 18 atau 19 tahun untuk memiliki semua cerita pilu itu sekaligus jika bukan sebuah rekayasa. Ayolah apa menurut kalian itu masuk akal? Kematian sahabat, disalahkan menjadi pembunuh, dibenci sahabat yang lain, keluarga yang tidak harmonis, penyendiri, dikucilkan, di-bully satu sekolah—hampir.
Aku tahu aku kesal dengan Yasmine, sangat kesal. Apapun tindakannya pada Juno, aku tidak pernah memvalidasi itu. Dia hanya egois. Tapi mari lupakan tindakan Yasmine dan kita fokus soal 'kenapa Yasmine membeci Juno?'. Semua kebencian itu beralasan, kan?
Lima belas menit berlalu memikirkan teori Juno dan Yasmine sedikit membuatku pening. Dan lagi orang yang kutunggu tak kunjung datang juga. Waktu makan siang sisa 15 menit lagi. Alih-alih melanjutkan teori dalam kepalaku, aku mencoba menyisir sekitar dan sedikit menikmati keramaian di kantin. Mataku tiba-tiba tertuju sangat random pada meja di ujung sana. Aku melihat seseorang yang akhir-akhir ini jarang terlintas dipikiranku tapi entah kenapa saat aku melihatnya seperti masih ada rasa sakit yang tertinggal. Okey, itu membingungkan. Apa sebenarnya aku belum melupakannya? Maksudku, tentu move on mencari pelarian lelaki lain akan berbeda dibandingkan saat kau sudah merelakan perasaan itu dengan sendirinya. Apa aku hanya berpura-pura melupakannya, sementara hatiku masih belum selesai melupakannya.
Tentu kau tahu, Kak Azel. Lelaki itu bersama kedua temannya mengobrol, minum sesuatu lalu tertawa. Dan entah kenapa aku masih merasa pahit saat menyadari kenyataannya bahwa aku tak bisa memilikinya dan masih cemburu soal Kate. Masih merasa dunia begitu tidak adil. Masih benci tidak beralasan pada Kate.
Benci tidak beralasan?
Kupikir tadi aku bilang semua kebencian beralasan?
Ya, aku punya alasan. Dia merebut Kak Azel. Aku sudah menyukainya selama 3 tahun dan, dia hanya butuh 3 bulan untuk melangkahiku? Beralasan kan?
Astaga pusing sekali. Kupikir move on semudah itu. Kupikir melupakan luka secepat itu.
"Menunggu lama?" aku menengok pelan mendapati lelaki dengan bibir dihiasi senyum tipis berdiri di depanku. Seketika aku wajahku berubah, masam, ragu dan sedikit sewot. Jujur aku jadi berburuk sangka pada Juno dan terus berpikir—meski selintas—apa jangan-jangan Juno hanya cari perhatian? Apa dia sedang mempengaruhiku untuk mengasihaninya?
"Tidak, baru 15 menit," jawabku singkat.
"Cukup lama. Sudah pesan makanan?" aku menggeleng, Juno sempat duduk sebentar tapi kemudian kembali berdiri dan pergi memesan makanan. Aku menatap punggung Juno dari belakang dengan berbagai macam pikiran liar yang mengganggu. Apa Juno benar-benar sengaja bersikap lemah? Kau tahu seperti memanipulasi dengan cara yang berbeda. Entahlah aku hanya berpikir mungkin aku akan kecewa jika itu memang asli kepribadian Juno.
Mulai saat ini aku tidak bisa mempercayai siapapun. Yasmine atau Juno. Aku tidak tahu siapa yang berbohong?
Setelah beberapa saat melamun, Juno kembali membawa makanan. Wajahnya benar-benar berbeda dari biasanya. Dia sedikit riang hari ini, wajah yang beberapa hari kebelakang aku harapkan namun saat telah terwujudkan suasana hatiku yang sedang buruk—terlebih lagi pada Juno.
"Kenapa kau cemberut?" tanya Juno, Ya Tuhan sungguh aku malas merespon.
"Tidak ada."
"Kau tidak sakit kan?" kenapa juga Juno mengajukan pertanyaan retoris. Maksudku jika aku sakit kenapa aku disini? Kenapa aku tidak di UKS saja atau di rumah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Rain
Teen FictionSore itu, hujan mempertemukanku dengan seorang lelaki pemilik payung merah. Kehangatan yang ia berikan lewat payung tersebut membuatku menyimpan sebuah perasaan yang semakin hari semakin mendalam. Dan sekarang, aku terjebak dengan perasaan yang tak...