8. Secret Letter

44 5 0
                                    

"Kau pulang bersama Kak Daniel kan?" tanyaku sambil memasukkan buku ke dalam tas tergesa-gesa. Bel pulang sudah berbunyi lima belas menit yang lalu tapi pidato penutup dari Bu Gio memaksa kami untuk tetap diam di bangku kurang lebih lima belas menit hanya untuk mendengarkan betapa pentingnya nilai semester. Okey, camkan, nilai semester tidak menentukan kesuksesanku. Jadi siapa peduli, ayo bersenang-senang!

Sheza masih sibuk dengan ponselnya, aku sebenarnya tidak peduli. Aku hanya menunggu konfirmasinya apakah dia akan pulang bersama kak Daniel atau tidak?

"Tidak, ayo pulang bersa—"

Gawat!

"Hati-hati!" tanpa basa-basi atau menunggu kalimatnya selesai aku berlalu kabur keluar kelas, karena aku tahu apa kalimat selanjutnya dan itu merusak rencanaku hari ini. Rencana? Tentu saja aku punya rencana dengan Juno hari ini.

Aku menengok ke sisi kanan dan kiri kelas, lelaki itu tak ada disana. Melihat kelas 1C yang hanya berjarak beberapa meter sepertinya sudah kosong juga. Apa ia lupa? Tidak masalah sih, tapi aku sudah menolak Sheza dan itu terlihat memalukan.

Benar, aku juga tidak memiliki nomer ponselnya dan bingung harus bagaimana menghubunginya.

Aku memutuskan untuk berjalan terus sampai ke gerbang depan berharap mungkin ia masih menunggu di depan gerbang atau tempat parkir. Dan hingga aku ada di mulut gerbang tidak menemukan Juno disana. Jujur aku sedikit kecewa—pada diriku. Aku tak menyalahaknnya untuk menolak tawaranku tapi bagaimana aku bisa berharap sedalam itu pada orang asing yang baru kukenali beberapa minggu saja itu menyakiti harga diriku. Mungkin aku harus pulang dan berbohong pada Sheza bahwa teman mainku sedang diare dan dia perlu penanganan segera jadi agenda nongkrong kami dibatalkan. Masuk akal tidak ya?

Astaga itu Sheza, aku harus bersembunyi!

Aku bersembunyi di balik pohon dan semak-semak di sekelilingnya, sedikit lagi gadis itu melewati tempatku. Tapi sialnya seseorang mengajak Sheza mengobrol sehingga mereka berdiri cukup lama di mulut gerbang.

"Sedang apa kau?" sontak aku menoleh ke sumber suara dan mendapati Juno berdiri di belakangku melihat ke bawah.

Reflek aku menarik tangannya untuk ikut bersembunyi dan dia menurut.

"Kenapa bersembunyi?"

"Ada temanku. Dia mengajakku pulang bersama tapi aku menolak."

"Ah, kau takut dia memaksamu pulang?"

"Ya semacam itulah!" ucapku seadanya, meski sebenarnya aku belum siap untuk mendeklarasikan pertemananku dengan Juno. Ya itu aneh karena dia anti sosial dan mungkin orang akan berpikir aku gadis aneh yang mau berteman dengan anak anti sosial. Apalagi Sheza? Dia pasti sudah memakiku.

Sedetik kemudian aku terdiam, menengok pada Juno yang turut waspada mengamati sekitar. Apakah benar seperti ini Juno di mataku? Apa aku seperti mereka yang masih menganggap dia anti sosial dan malu berteman dengannya? Ya aku memang berbohong tempo lalu untuk menganggapnya anti sosial tapi aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk pelan-pelan mengubah niatku, kan? Aku ingin tulus berteman dengannya.

"Temanmu yang itu kan? Dia sudah pergi."

Aku terbangun dan mendapati Sheza sudah berada di luar gerbang dan berbelok ke arah kiri. Aku sontak berdiri, diikuti Juno yang mengikutiku, dan lagi lagi perasaan bersalah itu menyelimutiku.

Kenapa aku harus malu berteman dengannya? Apa yang salah dengan berteman dengan anti sosial? Dia tetap pantas mendapatkan teman bukan?

"Ah aku lupa memberitahumu, kau pasti berpikir aku sudah pergi?" tanyanya, aku mengangguk.

Second RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang