Aku menarik napas panjang saat langkahku terhentidi mulut kantin yang dipenuhi segerombol manusia lapar. Tapi sayangnya aku kesini tidak untuk memuaskan nafsu makanku. Ada hal yang lebih penting dari sekedar memanjakan perut dengan makanan menggiurkan itu, lagian gugup berkepanjangan ini membuatku kehilangan selera makan.Mataku menyisir sudut tempat ini mulai dari ujung kanan ke ujung kiri hingga tempat yang hanya berjarak beberapa meter dari tempatku berdiri sekarang. Aku tidak tahu kenapa sejak perdebatan sepele beberapa menit itu aku tiba-tiba membuat keputusan ekstrim. Rasanya seperti terhipnotis oleh alam bawah sadar yang membawa kakiku untuk pergi ke kantin dan menemui seseorang. Kau mungkin penasaran. Sebenarnya aku juga.
Aku menggigit bibir bawah resah, berhari-hari menyusun rencana untuk misi ini sepertinya tidak membuahkan hasil apapun. Yang ada aku hanya melamun dan mengganggu konsentrasiku saat belajar. Percayalah, sudah dua kali aku di tegur oleh guru yang berbeda dengan alasan yang sama—melamun. Tiba-tiba mataku menangkap sosok yang selama ini menghantui pikiranku, gadis bersurai hitam panjang yang baru saja duduk di salah satu meja dengan segelintir teman mainnya. Tubuhku mendadak lemas, pikiranku melayang jauh memikirkan hal negatif yang kemungkinan akan terjadi nantinya. Membuatku semakin merasa pesimis. Haruskah aku menyerah? Jujur, aku tidak ingin membuat hidupku lebih rumit, menciptakan drama memalukan. Maksudku, masih banyak laki-laki di luar sana dan aku bisa saja melupakan lelaki itu dengan mudah sebagaimana aku melupakan Kak Azel sebelumnya.
Tapi aku tak yakin bisa melupakan Juno semudah itu. Baiklah, mari mencoba lebih dulu. Bagaimanapun hasil ke depannya, setidaknya jika aku pernah berusaha aku tidak akan menyesal. Ya, meski mungkin aku akan dilabeli manusia yang suka ikut campur urusan orang lain sedunia. Dengan segenap hati, aku melangkahkan kaki mendekati tempat mereka. Tak peduli seberapa banyak rangkaian kata-kata yang ku susun sejak kemarin malam, yang kubutuhkan saat ini hanyalah sebuah keberanian.
"Hai Kate?" gadis yang dipanggil Kate itu mendongakkan kepalanya, tersenyum hangat menyambut kedatanganku. Aku tidak tahu harus bereaksi apa melihat wajah hangat yang menyambutku itu, haruskah aku merasa tersanjung setelah aku bersikap kurang ajar padanya dan ia masih sebaik itu padaku atau mungkin merasa muak karena ternyata itu palsu?
"Oh hai Ivy? Mau bergabung?"
"Bukan, bisakah kita berbicara sebentar?" Kate menatap teman-temannya sekilas, seperti meminta izin untuk memenuhi urusannya. Ia kemudian menatapku kembali dan mengangguk dengan segaris senyum hangat. Hatiku terasa mencelos kembali, selama seperkian detik aku merutuki diriku yang terlahir dengan jiwa selembut ini. Merutuki diriku yang tidak memiliki keberanian sebaik Kate. Ya, bagaimana bisa kau selingkuh dengan laki-laki di saat kau sudah begitu terberkati mendapatkan Kak Azel sebagai kekasihmu. Kak Azel cukup susah ditaklukkan, asal kau tahu. Tentu saja itu tindakkan yang berani—ata sedikit nekat, mungkin?
Kami berdua berjalan menuju sudut kantin yang cukup sepi dan tidak berkerumun. Kate pasti menyimpan banyak tanda tanya di wajah itu. Maksudku, ia tak akan mungkin menyadari aku adalah orang yang diam-diam menguntitnya dan Juno dan tahu rahasia mereka berdua.
"Apa yang ingin kau bicarakan, Ivy?"
"Oh, aku ingin bertanya sesuatu, apa kau kenal seseorang..." aku menggantungkan kalimatku, menatap Kate dengan segudang keraguan dalam kepalaku.
Ya, memang menyakitkan berada di posisi Juno, tapi aku bukan berada dalam situasi dimana aku bertanggung jawab atas hidupnya, kan? Haruskah aku menghancurkan pertemananku dengan Kate sekaligus dengan Sheza? Karena kau tahu, Sheza adalah orang terdepan yang akan menentang itu. Atau pura-pura buta selamanya dan melupakan Juno? Tak ada celah bagi mereka untuk putus karena Kate memainkannya dengan sangat rapi. Maksudku, apa anti sosial macam Juno akan tahu desas-desus yang dulu sempat ramai bahwa Kak Azel ternyata resmi berpacaran dengan Kate?
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Rain
Teen FictionSore itu, hujan mempertemukanku dengan seorang lelaki pemilik payung merah. Kehangatan yang ia berikan lewat payung tersebut membuatku menyimpan sebuah perasaan yang semakin hari semakin mendalam. Dan sekarang, aku terjebak dengan perasaan yang tak...