30. Regrets

54 3 0
                                    

"Aku tahu situasi ini teramat canggung, tapi aku perlu bertanya sesuatu padamu," Juno mengerutkan dahi saat kalimat tersebut terucap dari orang asing yang kini duduk di sampingnya. Ia tahu gadis ini siapa tapi ia tak mengenal baik siapa orang ini. Yang Juno tahu gadis ini temannya Ivy.

Juno kini berada di tangga lapang upacara yang luas. Siang itu ia memang sedikit merasa jenuh berada di taman belakang. Kembali lagi ke kantin mungkin memang pilihan bagus, tapi semenjak insiden kemarin malam Juno merasa sedang malas berinteraksi dengan siapapun. Meski Mahesa dan Wisnu menawarinya makan bersama. Juno masih terpikirkan dengan kejadian malam itu. Malam yang terasa seperti perpisahan baginya. Karena secara tidak langsung Juno menegaskan bahwa sudah tidak ada apa-apa diantara mereka berdua dan seharusnya mereka tahu batasan.

Satu hal yang Juno sadari setelah kejadian itu, Ivy menghindarinya. Itu jelas karena Juno tak menemukan Ivy dimanapun terutama di tempat-tempat ramai. Bahkan saat melewati kelasnya gadis itu seperti berusaha tidak tertangkap siapapun. Benar-benar tidak ada di kelas.

Terus terang, kata-kata semalam adalah sebuah kebohongan besar. Bohong bahwa Juno tak mencintainya, tak merindukannya, tak menganggapnya lebih dari teman. Tapi ia tak menyesal, sepertinya itu memang yang terbaik untuk ia dan juga Ivy. Untuknya agar bisa lebih fokus dengan Kate juga untuk Ivy agar gadis itu mendapatkan lelaki yang lebih baik.

Juno ingin menyangkal bahwa ia merasa baik dengan ketidakhadiran Ivy, tapi kenyataannya ia merasa hampa. Bukan hanya sosoknya, tapi hubungan keduanya yang dulu baik-baik saja. Ivy yang selalu tersenyum lebar saat menatapnya, Ivy yang selalu memiliki banyak cerita untuk dikatakan. Menyadari mungkin ini yang Ivy rasakan saat ia yang mencoba menghindari Ivy selama beberapa minggu penuh. Hampa. Benar-benar hampa.

"Maaf kau bicara apa?" tanya Juno menyadari ia terlarut dalam lamunan. Ia menatap gadis asing ini lagi, melihat nametag-nya karena sempat lupa siapa namanya.

Sheza Maharani.

Oh, Sheza? Ivy seperti pernah menyebutnya dulu.

"Kau tahukan masalahmu dengan Ivy?"

"Tentu, tapi apa urusanmu?"

"Apa itu tentang Kate?" tanya Sheza lagi to the point, tidak peduli dengan Juno yang terlihat risih karena terkesan ia ikut campur masalahnya. Memang itu niatnya.

"Apa kau akan menuduh Kate pengkihanat?" tanya Juno menebak mungkin Ivy menceritakan semuanya pada orang satu ini jadi pasti gadis ini juga tahu.

"Tadinya tidak, tapi sekarang iya. Ralat, bukan menuduh, tapi memberitahu."

Juno seperti sudah muak mendengar kalimat itu. Kenapa orang-orang ini merepotkan dirinya sendiri untuk membuatnya yakin? Juno jadi sedikit jengkel pada Ivy—meski beberapa menit lalu tengah merindukannya.

Maksudnya, apa Ivy seputus asa ini hingga harus mengutus temannya yang sama sekali tidak Juno kenal untuk membuktikan betapa bejadnya seorang Kate? Ivy sejahat itu?

"Aku akan memberimu kesempatan sekali. Apa kau percaya itu?"

"Tidak bisakkah kau pergi saja?"

Pada dasarnya Sheza sedikit keras kepala, dan melihat sosok dirinya dulu yang kini ada dalam diri Juno membuat Sheza sedikit jengkel juga. Apa sekeras kepala ini dirinya dulu? Berpikir betapa menderitanya Ivy selama ini memendam masalahnya, dikucilkan bahkan dianggap menuduh? Ia tidak tau kenapa ia bisa sebrengsek ini untuk seorang sahabat yang sangat membutuhkan sandaran saat posisinya sedang tersudutkan. Meninggalkannya saat gadis itu butuh seseorang untuk mempercayainya. Apa Ivy banyak menderita selama ini?

Entah kenapa mata Sheza mulai berkaca-kaca. tapi dengan cepat ditepisnya air mata itu karena ia tau ini bukan waktu yang tepat untuk menangis. Terlebih lagi Juno hanyalah orang asing baginya. Maksudnya, kenapa ia harus menunjukkan penyesalan disaat tau lelaki di depannya sama sekali tidak mengerti situasi. Itu akan sangat terlihat bodoh.

Second RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang