"Kau melamun lagi?"
"Maaf, kau bicara apa tadi?" tanyaku sambil menyuapkan bakso yang dengan baik hati sudah Anton potong menjadi kecil-kecil untukku.
"Tanganmu sudah baikkan?"
"masih terasa sakit, tapi itu bukan apa-apa," sejenak hening, Anton tidak merespon apa-apa lagi, ia hanya terdiam menatapku. Aku tidak ingin berspekulasi aneh-aneh, tapi tatapannya saat ini sedikit mencurigakan. Ia menatapku lama dengan sorot mata yang aneh.
"Ivy aku menyukaimu."
"—Uhukk!!" sontak aku tersedak, Anton dengan sigap menyodorkanku air putih padaku.
"Kau tidak apa-apa?" tanyanya khawatir dengan tangan yang menepuk-nepuk punggungku pelan.
Tunggu, Anton bilang apa tadi? Menyukaiku? Apa aku tidak salah dengar?
Okey, aku tahu itu sudah menjadi rahasia umum bagiku dan Sheza tentang sikap Anton yang akhir-akhir ini sedikit mencurigakan, tapi aku tidak menyangka bahwa ia akan mengungkapkannya padaku? Sekarang?
"Kau serius?"
"Apa aku terlihat bercanda?"
Aku menatap tepat pada sorot matanya yang sama sekali tidak menunjukkan keraguan. Tapi anehnya saat melihat iris mata miliknya, aku merasakan sesuatu yang berbeda, alih-alih merasa terbebani seperti sebelumnya, aku mendapati diriku tersenyum tipis. Kau tahu, semenjak Anton repot-repot membawakanku makan siang tempo lalu, dimana seterusnya ia banyak memperhatikanku, memastikkan apa aku melewatkan makan siang atau tidak, atau setidaknya melihat kejauhan apa aku masuk sekolah adalah bentuk perhatian yang seumur hidup baru kali ini aku dapatkan dari seorang laki-laki. Dan kau tahu rasanya? Hangat. Sangat hangat, menyadari bahwa eksistensimu dianggap, kau dikhawatirkan, dipedulikan dan dicintai. Tak peduli seburuk apapun dirimu di mata orang kau tetap dianggap berharga.
"Kau tidak perlu menjawabnya sekarang, dan aku juga tidak terbebani jika jawabanmu adalah tidak. Maksudku, aku tahu kau menyukai Juno?"
Aku sontak melotot. "Darimana kau tahu?"
Apa Anton diam-diam men-stalking-ku? Kenapa dia tahu aku menyukai Juno?
"Sheza?"
Anak kurang ajar itu!
"Tapi kau tahu, aku—"
"Sudah kubilang kau tidak perlu menjawab sekarang," Anton memotong ucapanku, menyuruhku untuk kembali memakan baksonya dan melupakan apa yang ia katakan barusan.
Jika Anton memang sudi aku ingin ia menjadi orang yang membantuku melupakan Juno. Selain karena aku butuh pelarian, kau tahu Anton tidak seburuk itu. Ia ketua kelas, anggota osis, siswa berprestasi dan terlampau baik. Tak mungkin aku menyia-nyiakannya kan?
Jika Anton menagih jawabanku, aku pastikan akan menjawab 'ya' tanpa pikir panjang lagi.
Mungkin kalian bertanya-tanya apa aku menyerah secepat itu? Sebenarnya itu jawaban yang sederhana. Aku sudah cukup berjuang. Aku sudah cukup terluka. Lelah mencari bukti, rela menyakiti tanganku demi merekam pengakuan Kate. Apa Juno peduli? Kupikir tidak, bahkan jika aku membeberkan semua yang sudah kulakukan untuknya Juno tetap tidak peduli. Jadi alasan apalagi yang harus kugunakan untuk bertahan? Apa aku pantas terluka dengan pernyataan yang selalu mendorongku untuk terus berjuang?
Aku juga ingin bahagia, dan tidak apa jika orang itu bukan Juno.
"Jadi, apa Sheza masih menjauhimu?" tanya Anton mengalihkan topik. Aku mengangguk di sela-sela makan. Sesekali melihat ke arah tempat dimana Sheza sedang makan siang bersama Yasmine. Tapi kali ini kupikir teman satu kelas Yasmine juga bergabung. Astaga, sejak kapan mereka berteman baik?
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Rain
Teen FictionSore itu, hujan mempertemukanku dengan seorang lelaki pemilik payung merah. Kehangatan yang ia berikan lewat payung tersebut membuatku menyimpan sebuah perasaan yang semakin hari semakin mendalam. Dan sekarang, aku terjebak dengan perasaan yang tak...