What Kind of Future : 19

131 9 1
                                    

Taehyung ....
Apa kabarmu di sana?
Apa kau makan dengan baik?
Beberapa waktu ini bukankah kita terasa lebih jauh?
Tenanglah, aku ....

Goresan tinta dari penah di atas kertas terhenti dengan menggantungkan kalimat. Jemari itu tiba-tiba bergetar begitupun dengan hatinya yang dilandah risau dan kebimbangan. Kepala yang semula menatap selembar kertas di atas meja, kini tertunduk dalam dengan isakan samar yang terdengar. Pundak itu pun bergetar ditelan kesunyian dan kesendirian.

Ia benar-benar sendiri sekarang. Tanpa ada sebuah uluran tangan untuk mengusap punggungnya dan menjanjikan sebuah ketenangan.

Kepala itu kembali mendongak dengan jemarinya yang lain menyeka air mata yang menetes dari sudut mata. Penahnya kembali ia angkat dan ia goreskan pada kertas yang sama untuk melengkapi kalimatnya yang terputus.

.... aku baik-baik saja.

Dusta. Surat yang hendak Aleeya kirimkan ke kampung halaman pujaan hatinya itu didasari kebohongan. Ia jelas tak baik-baik saja. Lantaran kini ia harus membuat keputusan di antara dua pilihan sulit. Ia bisa saja menolak tawaran Park Seojun kendati hatinya hanya milik pria bunga layu. Namun, apa yang akan ia dapatkan selepas itu? Tidak ada, selain luka. Pasalnya ikatan antara dirinya dan Kim Taehyung hanya kesementaraan yang dipaksakan untuk bertahan.

Pria itu adalah putra yang baik bagi ayahnya, di mana Taehyung barangkali akan menyerahkan hidupnya untuk semua perintah ayahnya. Bahkan hubungan mereka mungkin tak begitu berarti.

Hubungan yang bagaikan; seorang yang kelaparan bersedia memakan makanan beracun untuk memuaskan lapar, tetapi itu tidaklah menyelamatkan hidupnya. Melainkan mengantarkannya pada kematian.

Lantas, apakah menerima lamaran itu adalah pilihan terbaik? Hati Aleeya meragu. Hubungan yang tak didasari cinta tak akan memberi mereka kebahagiaan. Jika ia dipersunting oleh pria yang tak ia cintai itu, bukankah ia telah melakukan hal sama seperti apa yang Taehyung lakukan bersama istrinya? Maka mereka pun akan berakhir dengan kisah yang sama.

"Katakan sesuatu yang bisa membuatku menolak lamaran itu, Taehyung. Kumohon ...," lirih Aleeya sarat keputusasaan.

--oOo--

Tungkai tanpa alas itu melangkah pelan menginjak lantai di dalam ruangan yang jarang dijamah olehnya. Ruangan dengan tumpukan buku dan berbagi alat musik merupakan area yang tak bisa seenaknya ia injak tanpa persetujuan sang pemilik. Namun, saat ini, wanita berbalut gaun rumah itu telah lancang menyusuri setiap sudut ruangan yang wanginya sangat khas, seperti wangi pemiliknya.

Yoora mendekat ke arah meja dan kursi di mana sang suami kerap duduk sepanjang malam. Tumpukan kertas yang berisi coretan tangan sang suami menarik perhatiannya. Lantas ia raih selembar untuk memuaskan rasa penasarannya. Namun, ia terhenti di kalimat ketiga. Ia tak mengerti dari diksi-diksi asing yang digunakan Taehyung dalam puisi yang ia tulis.

Tak apa, Yoora memahami hal itu. Suaminya merupakan pria terdidik dan berpedidikan tinggi, hingga banyak hal yang tak akan bisa ia mengerti. Maka, ia berinisiatif untuk meraih lembaran-lembaran lain yang tergeletak tak beraturan untuk ia benahi agar hati suaminya senang kala pulang dari kantor nantinya.

Taehyung memang sudah sering pulang sangat larut dan terkadang harus keluar kota untuk urusan bisnis---seperti sebulan ini---Taehyung kerap meminta izin untuk ke Busan dengan berbagai urusan.

Sekali lagi, Yoora tak permasalahkan itu. Ia terbiasa dengan ketidakhadiran sang suami mengingat ia pernah ditinggal selama tiga tahun saat sang suami menuntut ilmu di ibu kota. Lagipula, jika Taehyung pulang, pria itu lebih banyak menghabiskan waktu di ruang kerjanya—ruangan yang saat ini dimasuki oleh wanita Kang.

What Kind of Future √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang