Seoul, Korea Selatan
28 Desember 1970"Jangan pernah menyesali apa yang terjadi, Sim Deok-ssi."
Kedua tubuh yang saling bergandengan sembari berderai air mata itu, memejamkan mata. Merasakan bagaimana keputusasaan menjalar pada tulang mereka yang sudah membuat janji pada Sang Pencipta. Untuk tak akan saling melepas genggaman lagi.
Dosa besar yang telah mereka perbuat membuat mereka berakhir berdiri di sana. Dengan kerelaan, menjatuhkan tubuhnya dari pagar kapal feri yang harusnya membawa mereka sampai dengan selamat ke tempat tujuan. Namun, agaknya mereka telah letih pada tentangan dunia dan memilih berserah pada akhirat. Berharap cinta yang suci di antara mereka akan abadi selepas mereka mengkhiri semuanya.
Kedua tubuh itu jatuh di atas matras yang membuat mereka tak terluka atau merasa sakit. Tak lama setelahnya, sorakan serta tepuk tangan mengisi ruangan cukup luas yang di penuhi dengan lukisan-lukisan anbstrak.
"Selesai!"
Suara figur tinggi berbalut kemeja putih yang bagian lengan di gulung hingga siku menandakan latihan selesai. Semua anggota Vantae tampak diselimuti kegirangan kendati latihan yang dinanti-nantikan telah usai dilaksanakan di mana latihan pada 28 Desember 1970 itu merupakan latihan terakhir mereka.
Barang-barang pun sudah dikemas dalam kotak-kotak yang ditumpuk di sudut studio. Pasalnya, besok pagi mereka akan melakukan perjalanan pertama mereka. Mementaskan drama musikal yang memang berbahaya, tetapi sudah diimpikan oleh mereka selama ini.
Saling dekap-mendekap pun kian dilakukan sebagai penghargaan untuk kerja keras mereka selama ini. Aleeya yang menjadi pelakon utama wanita sekaligus pengisi latar lagu, serta Choi Woosik yang menjadi pelakon utama pria dibanjiri ucapan selamat dari anggota lainnya. Semuanya tersenyum begitu senang termasuk pria yang kini berdiri tak jauh darinya.
Pria bunga layu tak mendekat untuk memberikan pujian atau komentar. Ia diam di sana dengan senyum begitu menawan serta netra yang tak luput dari wanita Shin. Wanita yang secara tidak langsung telah mewujudkan mimpinya untuk melakukan pementasan kala itu.
Ia kagum, tetapi tak ada yang bisa ia lakukan selain hanya berdiri dengan tangan yang bersembunyi dalam saku celana pada awalnya. Sebelum akhirnya ia menepuk tangannya untuk mengalihkan perhatian para anggota.
"Baiklah, bisakah kita membicarakan rencana besok dengan serius di kursi rapat sekarang?"
Selepas teguran itu dilayangkan, maka pria Kim beranjak menuju meja panjang tempat mereka sering memusyawarakan keputusan untuk Vantae Studio, kemudian disusul oleh anggota lainnya. Tentu saja, pembicaraan mengenai pementasan pun segera dimulai. Menggabungkan argumen-argumen yang berbeda untuk mencari titik temu yang akan tercatat dalam data terakhir pementasan.
Taehyung memimpin obrolan selaku sutradara dan penanggung jawab akan semua kemungkinan yang akan terjadi. Termasuk keselamatan anggota saat pergi hingga pulang kembali ke Seoul. Ia memang tak memiliki peran langsung dalam cerita pementasan dalam artian ia hanyalah pihak di belakang panggung.
"Terima kasih atas kerja keras kalian selama dua bulan ini. Tentulah tak ada anggapan anggota terpenting di sini kendati setiap peran yang kalian lakonkan berpengaruh." Taehyung menjeda sejenak. Ia berdiri dengan kedua tangan bertumpuh pada meja dan tubuh yang sedikit condong. "Kita akan melakukan tur di tiga kota dalam sepekan. Kita tidak pergi untuk berlibur, maka pergunakan waktu sebaik mungkin sampai kita tiba di Busan---kota terakhir kita. Semoga beruntung, kawan-kawanku."
KAMU SEDANG MEMBACA
What Kind of Future √
RomanceMereka melakukan kesalahan dan dosa besar. Maka Tuhan memisahkan keduanya agar tak menyakiti banyak hati. ________________________________ Historical Fiction | Romance by Yoodystopia Started : August, 31 2021 Finished : February 25, 2023 ©...