What Kind of Future √

What Kind of Future : 12

Patah hati di masa muda bukanlah sesuatu yang baru lagi---kendati masa tersebut memang masa di mana jiwa muda bekelana mencari sebuah cinta sejati. Pedihnya pun tak bisa terbantahkan apalagi jika itu merupakan kali pertama. Sungguh, tak ada obat yang paling ampuh untuk menyembuhkan luka itu selain waktu yang tak yang tak sesingkat itu.

Bukan hanya beberapa jam, di mana selepas hati dipatahkan tanpa sebuah penjelasan untuk meredahkan luka, kedua sudut bibir dipaksa untuk terangkat memperlihatkan pada dunia bahwa ia adalah seorang pelakon mahir yang bersandiwara bahwa ia baik-baik saja.

Duduk ditemani secangkir teh hangat khas pedesaan tak akan menyembunyikan kesedihan dari sorot mata yang sudah susah payah menahan linangan. Mengingat bagaimana ia diberi harap selama ini hingga perlahan ia berikan hatinya untuk seseorang yang telah mengetuk pintu hati. Namun, bagaikan kacang lupa kulit, hati itu justru dihancurkan dalam sekejap seakan tak ada rasa bersalah di sana. Buktinya, sejak ia menoreh luka di hati itu, tak ada sebuah usaha yang ia perlihatkan untuk menyembuhkannya dengan kata-kata penenang. Justru bersikap seolah tak ada yang terjadi.

Malam indah berhias kerlap-kerlip lampu yang telah disiapkan sedemikian rupa oleh sang pemilik rumah kehilangan afeksi bahagiannya. Perjalanan yang harus terasa begitu menyenangkan benar-benar berubah menjadi wujud dari mimpi buruk yang telah mengikuti sejak dulu, bagai parasit yang menghisap hidup inangnya.

Setidaknya itulah yang dirasakan sosok itu,  entitas yang terduduk dengan jiwa entah berkelana sampai mana. Surainya yang tak lagi dijepit oleh pita merahnya sudah turun menetupi sisian wajah, seakan tak ingin kehancurannya disadari oleh orang lain.

Netra cantiknya menatap kosong sebuah panggung kecil yang telah disiapkan oleh kawan-kawannya petang tadi untuk sebuah pertunjukan kecil sebagai salam perpisahan dan pembubaran Vantae secara resmi. Anggota Vantae yang lainnyapum kini sibuk berbincang riah bersama beberapa anggota keluarga Kim, menceritakan betapa menguntungkannya pementasan mereka yang berhasil. Tak lupa juga diselingi dengan pujian akan suara emas serta bakat bersandiwara yang dimiliki tokoh utama.

Sang empu yang menjadi topik pembicaraan seakan ingin tertawa sekencang-kencangnya. Menertawakan pujian akan bakat bersandiwara yang kini sedang ia gunakan untuk menutupi hatinya yang berdarah-darah. Memilih duduk cukup teransingkan dari yang lain. Munafik---jika para anggota Vantae mengatakan mereka tak tahu apa-apa. Mereka semua jelas tahu, anggota termuda dan sutradara mereka terjebak dalam kesalahan. Itulah yang menyebabkan mereka diam membiarkan semuanya berjalan damai.

Sementara satu lagi tokoh yang menjadi penyebab dari kejadian memilukan itu ada di sana—duduk bersama kedua kawannya yang salah satunya adalah Yoongi. Bagai seorang pengecut dan pecundang besar, hanya bisa memandangi punggung wanitanya yang tak lagi tegak bagaikan tak ada gairah. Sungguh hatinya telah bersorak sejak tadi untuk mendekat dan mendekap wanita yang telah ia lukai hatinya itu. Namun, ia tak punya keberanian dan kuasa. Ia yang ditakdirkan untuk selalu tunduk akan garis adat keluarga tak mungkin mempermalukan keluarganya dengan sebuah kenyataan bahwa; putra tertua mereka telah mencintai wanita lain meski telah beristri.

Ia pun cukup sadar bahwa ia telah melakukan kesalahan. Harusnya ia menjauh dan menjaga jarak dari wanita Shin sejak dulu agar rasa di antara mereka tak tumbuh semakin kuat. Egonya membuat ia terjerat dalam dosa karena telah mengkhianati wanita yang menunggunya di rumah serta melukai wanita yang memberinya sebuah pelajaran untuk menikmati hidup. Maka dari itu, untuk mencegah semuanya sampai pada titik itu, biarlah ia berhenti dan mencoba melupakan semuanya.

Walau sia-sia.

"Baiklah sebagai perayaan kecil-kecilan, bagaimana kalau anggota termuda kita yang sangat berbakat, menunjukkan seberapa candunya suara manisnya?"