What Kind of Future : 0.2

565 139 168
                                    

Senandung kecil yang mengudara pagi ini terdengar beriringan dengan musik klasik tahun 1926 dari piringan hitam. Masih terlalu pagi, tepatnya pukul tujuh pagi, tetapi sang presensi yang menjadi penghuni apartemen kecil itu sudah duduk di depan cermin sembari bersolek. Menyisir helaian surai panjangnya yang kemudian ditarik di kedua sisi ke belakang, lalu dijepit. Hanya penampilan yang sederhana.

"Hymn Of Death."

Suara itu terdengar tepat kala figur cantik itu beranjak dari duduknya. Sedikit merapikan rok panjang serta kemeja casual-nya yang dihiasi renda di bagian leher. Netranya bergulir menatap presensi lain yang kini terduduk dipinggiran kasur sembari mengangguk-anggukan kepala seirama dengan musik yang terputar.

Ia mengambil beberapa langkah mendekat hingga terdengar dentuman dari low heels yang ia gunakan membalut kaki jenjangnya. "Iya, drama panggung mereka mengangkat cerita itu," sahutnya sembari meraih tas tangan di samping wanita yang tak lain merupakan kawan baiknya.

Wanita itu ikut berdiri dan mengikuti langkah sang pemilik apartemen yang kini berjalan keluar kamar. Selepas menutup pintu ia sempatkan untuk bersuara lagi.

"Aku tahu cerita itu ...." Presensi wanita Shin ditatapnya sejenak. Wajahnya tampak biasa saja sembari ia berjalan. Memastikan kawannya baik-baik saja, lantas ia kembali melanjutkan. "Bukan kan kamu tak menyukai cerita semacam itu?"

Cukup lama tak ada jawaban dari pertanyaan itu. Keduanya beriringan berjalan keluar apartemen. Menyusuri koridor dan berpapasan dengan beberapa orang. Wanita Shin masih sempat tersenyum pada beberapa tetangganya yang menyapa. Namun, kebungkamannya membuat sang kawan agak khawatir dan tak enak hati. Kendati ia tahu bahwa ia bisa saja menyinggung hati kawannya itu jika ia membahas hal semacam itu.

"Mianhe, Aleeya."

"Tak apa," jawab Aleeya cepat. Masih berjalan hingga ke lobi apartemen. Ia sempatkan untuk terkekeh sejenak mendapati wajah sahabat karibnya yang takut. "Sejujurnya aku memang tak suka oleh isi ceritanya. Namun, salahku yang telah membuat kesan pertamaku buruk di mata sang sutradara. Maka aku akan menunjukkan bakatku padanya, agar ia tak salah anggap terhadapku."

"Dia itu baik, kok."

Aleeya memberi anggukan canggung sebagai tanggapan dari ucapan kawannya. Kini mereka sudah keluar apartemen di mana si wanita Shin sudah bersiap untuk latihan pertamannya selepas menjadi bagian dari rumah produksi Vantae yang disarankan oleh kawannya. Pada jadwal yang tertulis, mereka berkumpul pada pukul delapan lewat tiga puluh menit, tetapi ia putuskan untuk datang lebih awal sebagai permintaan maafnya atas keterlambatannya kemarin.

Untungnya, sang sutradara yang ia kenal sebagai Kim Taehyung itu benar-benar tipikal pria berhati malaikat. Ia telah melakukan kesalahan kemarin, tetapi sosok itu menasehatinya dengan begitu ramah dan tutur kata yang enak di hati. Ia pun diterima meski ia bisa menilai dari sorot mata para anggota, terutama sang satradara, ia seperti diragukan.

Itulah yang membuatnya bertekat untuk memperlihatkan sisi terbaiknya.

"Ya, sudah aku pergi dulu. Semoga beruntung, Aleeya-ya."

"Gomawo, Yoona-ya."

Di halte, keduanya berpisah dengan senyum merekah. Keduanya melambai dengan semangat sebelum benar-benar tak saling terlihat lagi. Benar-benar sebuah hubungan pertemanan yang indah kendati sosok wanita Kang itu menjadi satu-satunya teman yang mengetahui dan menerima latar belakang orang tua Shin Aleeya.

What Kind of Future √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang