What Kind of Future : 24

75 11 0
                                    

Seoul, 1 Agustus 1974

Masa depan seperti apa?
Tidak, aku tidaklah tahu akan hal itu.
Mungkin bahagia ini tak akan bertahan lama, pun barangkali derita sedang dalam perjalanan untuk menjemputku pulang.
Aku hanya ingin istirahat di bahumu.
Istirahat yang begitu panjang, hingga sisa waktu itu habis.

Namun, kala aku termenung di tengah belaianmu, kenapa pertanyaan itu muncul lagi wahai, kasih?
'Masa depan seperti apa?'

Seoul 1974
Vantae

"Sudah selesai?"

Kedua netra tajam yang sungguh menawan itu berpendar mencari keberadaan pemilik suara yang mengganggu aktivitas menulisnya. Lantas, senyum menghiasi lagi wajahnya kala didapati figur yang kini menyadarkan kepala pada bahunya. Ia lirik cermin di sisi ruangan yang memberinya akses untuk melihat bagaimana cantiknya wajah wanita yang memandangi langit-langit rumah kecil mereka.

Posisi mereka saling memunggungi membuat Taehyung dengan leluasa ikut menyandarkan kepalanya ke belakang, tepat di bahu wanitanya. Mereka sama-sama memandangi langit-langit rumah kecil itu seakan ada tontonan yang menarik di sana.

Barulah beberapa detik kemudian, pria bunga layu bangkit dan membalik posisi mereka agar saling berhadapan. Wajah tanpa riasan itu ia pandangi seolah tak akan jenuh sampai kapanpun. Pun senyum yang menukik lebar di sudut bibirnya.

Semuanya telah membaik untuk sementara waktu, entah sampai kapan. Sedikit banyak membuat kedua anak muda tersebut memulikan luka mereka dengan suguhan bahagia sederhana. Hidup berdua, saling melengkapi kekurangan hingga mereka bisa bertahan. Bulan telah berganti semenjak mereka memilih hidup bersama tanpa pegangan lain.

Wanita Shin ikut tersenyum kala kini sebuah tangan melingkar pada perutnya. Surai yang mulai memanjang menggelitik dagunya kala pria itu menyandarkan kepala pada bahunya. Lantas, ia berikan usapan pada helaian itu sebagai bonus, menikmati bagaimana ia menghabiskan waktu dengan Taehyung yang begitu berubah. Manja. Sungguh, ini merupakan mimpi terindah untuk mereka.

"Aku mencintaimu."

Terdengar kekehan dari Aleeya. Masih dalam keadaan didekap oleh sang kekasih, ia berucap, "Mau berapa kali kau ucapkan itu padaku hari ini, hm?"

Pelukan itu semakin erat kala Taehyung menggeser tubuhnya untuk lebih dekat. Memejamkan mata dalam sandarannya yang begitu nyaman ditambah harum yang sungguh manis dari sang kekasih hingga rasanya ia bisa tertidur saat itu juga. Di sela kesempatan untuk bermesra itu ia kembali bersuara. "Terima kasih," bisikanya.

"Untuk?"

"Aku bahagia."

"Kau akan semakin bahagia setelah melihat ini." Wanita Shin mendorong kepala prianya untuk bangun, di mana dengan mudah Taehyung menurut. Kedua netranya kini sibuk mengawasi gerakan jemari Aleeya yang membuka sebuah amplop yang ternyata ia bawa tadinya.

Lipatan kertas dari amplop itu dibuka oleh wanita Shin dengan wajah yang berseri-seri layaknya mentari di luar sana. "Tadaa! Aku diundang untuk memimpin paduan suara perayaan kemerdekaan tahun ini oleh Pak Presiden."

Guratan senyum di wajah wanita Shin berangsur hilang mendapati tak ada raut suka cita dari wajah Taehyung kala ia menyampaikan kabar membanggakan itu. Justru kini pria itu tampak risau, surainya ia sisir menggunakan jemari ke belakang sembari mengembuskan napas cukup berat. Pria bunga layu mengerti bahwa responnya itu dapat menyakiti hati Aleeya. Namun, ia benar-benar mendapat firasat buruk perihal kabar itu.

"Kau tak senang?"

Taehyung menggeleng. "Bukan begitu. Kau tahu bagaimana kondisi sekarang? Terlibat dengan pemerintah membuatku risau, negara kita tidaklah aman sekarang, " ungkapnya begitu pelan. Cukup realistis, itulah alasan mengapa Taehyung tak menyambut dengan baik kabar itu. Ia cukup tahu bagaimana negara tercintanya masih dalam kondisi berseteru diam-diam  dengan negara seberang yakni Jepang dan bagian Utara Korea. Tentu, sangat wajar jika ada kekhawatiran yang menghinggapinya.

What Kind of Future √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang