What Kind of Future : 0.8

196 41 46
                                    

Busan, Korea Selatan
2 Januari, 1971
(Hari pementasan di kota terakhir)

Suara tepuk tangan beriringan dengan meredupnya cahaya yang menyorot panggung theater. Tirai tertutup selepas adegan terakhir telah selesai dengan begitu epik hingga membuat beberapa penikmatnya meneteskan air mata---iba pada kisah tragis dari kedua tokoh dalam drama musikal Hymn Of Death persembahan Rumah Produksi Vantae Studio.

Jumlah tepuk tangan dari pementasa pertama hingga pementasan terakhir di Busan semakin bertambah seakan menjadi penegas bahwa mereka telah berhasil.

Semuanya saling mendekap dengan begitu erat sejenak sebagai apresiasi atas kerja keras mereka. Keuntungan yang datang pun sudah membayar lelah serta pengeluaran yang tak bisa dikatakan sedikit. Namun, tak apa, mereka merasakan kesenangan tersendiri dalam relung hati masing-masing.

Wanita Shin bergabung selepas mengganti pakaian sejenak---tugasnya untuk melakonkan tokoh Sim Deok, telah usai. Akan tetapi, ketegangan kembali menyambangi wajahnya kala piano serta mikrofon sudah dipasang di balik tirai. Bagian terpenting dari perjalanan itu akan segera ia tanjaki. Impian kecil yang sejak dulu bersarang dalam sanubarinya kian menyapa di depan mata.

Ia akan menyanyi di depan banyak orang. Ragu kian menapaki relung hati Aleeya. Jari-jemarinya saling bertaut dan basah akan keringat dingin. Acap kali ia embuskan napas guna meredahkan gundah, tetapi nihil.

"Lakukan yang terbaik."

Sedikit tersentak, Aleeya menoleh pada asal suara. Mendapati figur pria bunga layu yang kini bersidekap sembari tersenyum menatapnya.

Aleeya tertunduk sejenak menatap gaunnya kemudian kembali menatap si pria Kim. "Aku gugup. Maukah kau berdiri menatapku di sini?"

Pria Kim tak semerta-mesrta menjawab. Diamnya ia gunakan untuk mengamati kerisauan besar yang tergambar jelas di wajah wanita yang lebih muda darinya itu. Permintaan itu terdengar teramat sederhana. Namun, memiliki dampak yang begitu besar di dalam dadanya.

Sebelum menjawab, Taehyung melirik ke arah Yoongi yang telah duduk di depan pianonya---mengawasi mereka berdua--layaknya seorang penjahat. Lantas selepasnya, ia berikan satu anggukan persetujuan hingga satu senyum terukir di wajah cantik wanita Shin. Barulah selepas itu, Aleeya melenggang pergi ke tengah-tengah panggung bergabung bersama Yoongi.

Kala tirai terbuka, wanita Shin sempatkan untuk melirik pujaan hatinya yang tersenyum menyalurkan keberanian. Hingga akhirnya sorak-sorak terdengar beriringan dengan suara semanis madunya yang mengalun menyalurkan rasa sakit yang terselip di antara lirik menyayat hati dari lagunya.

--oOo--

Bass dari musik keras yang menggemah di penjuru ruangan menjadi sapuan angin baru bagi anggota Vantae yang selama beberapa bulan ini hanya disugukan musik mendayu-dayu dari latar drama musikal mereka. Kerlap-kerlip lampu ikut meramaikan suasan bahagia yang menjalari setiap insan di sana. Tak sedikit dari mereka yang menggerakan badan mengikuti hentakan musik.

Kesuksesan tur pementasan yang menjadi alasan berkumpulnya mereka di bar cukup terkenal di Busan. Tempat itu tidaklah sama dengan club-club malam yang tersebar di penjuru kota besar sebagai tempat berbagai kegiatan kotor. Suasananya lebih terang dan tak semberono kendati memang hanya diperuntukan untuk berkumpul-kumpul menghabiskan waktu luang atau merayakan keberhasilan akan sesuatu seperti yang dilakukan anggota Vantae sskarang. Mereka melupakan sejenak kalut di dalam kepala, menyambut tahun yang baru lagi meski sedikit terlambat.

What Kind of Future √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang