What Kind of Future : 22

75 14 0
                                    

Busan, 23 April 1974

Berangkatlah lebih dahulu, tunggu aku di sana kendati masih ada urusan yang harus ke selesaikan.

Pada akhir kisahnya, mereka benar-benar memutuskan untuk melewati batasan yang diberikan takdir. Perihal resiko dari langkah yang menjadi keputusan mereka, tak mereka pedulikan dahulu. Kasarnya, wanita Shin bagai termakan sumpahnya sendiri. Sumpah yang dulunya dengan percaya diri ia ungkapkan pada mediang orang tuanya. Namun, justru ia kembali mengulangi kesalahan orang tuanya dengan menuruti lonjakan jiwa mudanya untuk bersama pria yang tak seharusnya ia pilih.

Keputusannya untuk berjalan beriringan bersama Kim Taehyung tentunya membuat ia mencampakkan niatan baik dari sosok pria lain yang hendak meminangnya dalam ikatan suci. Meski ia tahu bahwa bersama dengan pria Kim tak akan menjamin ia akan terus bahagia, ia tetap mantapkan hati. Lagipula jika ia menerima Park Jimin pun sama saja beresikonya. Ia tak bisa memastikan bahwa ia bisa mencintai pria itu selepas menikah nantinya.

Hal itulah yang mendasari keyakinannya untuk berada di sana. Duduk di sebuah kafe bersama pria yang tadinya menjadi calon suaminya. Tak enak hati rasanya, tetapi ia tetap harus menyelesaikan semuanya sebelum ia memilih meninggalkan Busan untuk menyusul Taehyung di Seoul. Bahkan jika keluarga Park memintanya untuk bersujud di hadapan mereka agar ada maaf untuk dirinya, Aleeya sanggup lakukan itu. Mengingat kebaikan hati anak dan ayah itu memang tiada tandingannya untuk dirinya selama di kota itu.

Hening selimuti sejenak. Wanita berbalut kemeja cokelat serta rok hitam itu memilih menundukkan kepala sedalam-dalam sebagaimana rasa tak enak yang menggerogoti jiwanya. Sudah memakan waktu cukup lama semenjak keduanya tenggelam dalam pikiran masing. Wanita dan pria itu---Shin Aleeya dan Park Jimin bungkam menyelami rasa masing-masing. Selepas pengakuan yang begitu menyesakkan—canggung menyelimuti dalam sekejap.

Terdengar embusan napas begitu berat yang sontak mendongakkan kepala wanita bersurai hitam. Mendapati bagaimana senyum terpatri di wajah pria Park layaknya seorang malaikat berhati besar. Ada kekecewaan yang memancar dari obsidian sayunya.

"Aku tak terlalu terkejut." Kalimat itulah yang pertama melesat dari ceruk bibirnya yang tebal. Senyumnya terasa hambar sebagaimana rasa yang menjalar dari sanubarinya yang terluka. Namun, tuturnya tetaplah lembut dan syahdu hingga menggelitik rungu wanita Shin. "Ya, aku tahu kau tak menginginkan pernikahan ini. Tak apa, ini biasa terjadi dalam perjodohan."

"Jimin-ssi ...," Aleeya berucap lirih, bahkan mirip sebuah rengekan atas rasa bersalahnya.

Akan tetapi, Jimin yang benar-benar tampak bagai seorang yang budiman itu justru meraih jemari wanita itu untuk digenggam dan disapu lembut. Dua pasang netra mereka dibiarkan saling bertemu diiringi suara si Park yang kembali menyambangi rungu. "Maaf, tetapi undangan telah disebar. Berita pembatalan ini bisa mengancam karirmu. Maafkanlah aku, Aleeya-ssi."

Sungguh. Wanita Shin tak dapat lagi merangkai kata pada bibirnya. Netranya tidaklah lepas dari pria yang sedang ia campakkan. Merasa teramat berdosa pada Tuhan kendati ia telah mekhianati kebaikan Sang Pencipta padanya. Ia amatlah beruntung kendati dipertemukan dengan pria seperti mereka—ialah di mana pilihan antara Kim Taehyung dan Park Jimin sangatlah sulit untuknya, kendati kedua pria itu sungguh malaikat berwujud manusia. Bukan hanya rupanya, tetapi perilakunya pun demikian. Lantas bagaimana bodohnya ia yang memilih terlibat dalam hubungan terlarang bersama suami orang lain sedangkan Jimin ia campakan.

Ia tidaklah risau akan karirnya yang terancam. Ia hanya khawatir tak akan bisa memaafkan dirinya atas keputusan salah yang ia ambil.

"Tak apa," ucap wanita Shin pada akhirnya. Netranya bergulir menunduk dengan malu sebelum kembali bersuara dengan keraguan. "Tuhan telah memberiku keberuntungan. Karirku tak seberapa daripada kebaikan hati kalian."

What Kind of Future √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang