// 14: Pesan Suara Kepada Gama

1.8K 206 15
                                    

Meja yang penuh oleh empat orang mahasiswa itu rasanya jadi yang paling ramai segerai Marugame Udon di Mal Taman Anggrek

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Meja yang penuh oleh empat orang mahasiswa itu rasanya jadi yang paling ramai segerai Marugame Udon di Mal Taman Anggrek. Kira-kira mereka sudah duduk di sana sejak tiga puluh menit silam, makan dan bercengkerama panjang.

Sejak lima belas menit lalu, Hana sedang bercerita pada tiga temannya mengenai hubungannya dengan Firhan, pacarnya sejak semester pertama kuliah. Tiada yang tidak antusias mendengarkan, terlebih ketika Hana tiba-tiba bilang, "Masa Firhan tuh bilang sama gue, kalau Dimar nanyain lo udah punya pacar atau belum, Na!"

Jian jadi yang paling pertama tertawa dengan begitu puas. "Gagal move on dia? Kasihan banget! Lagian, dapat Aruna malah dibuang," ejeknya. "Lo kasih tau nggak, Han, kalau Aruna udah happily ever after sejak lepas dari Dimar?"

Hana mengangguk sambil meneguk ocha miliknya yang tersisa setengah gelas. Ia kemudian bercerita kelanjutannya, tentang Dimar yang masih sering bertanya mengenai Aruna pada Firhan.

Sementara teman-temannya yang lain sangat antusias, Aruna justru hanya tersenyum-senyum mendengar cerita Hana. Aruna sudah lama melupakan dan merelakan kepergian Dimar. Tapi kini, mencuatnya nama Dimar di obrolan mereka justru mengingatkan Aruna pada Gama.

Gama yang saat itu menemui nama Dimar entah dari mana asalnya. Aruna jadi ingat Gama pernah dengan begitu halus bertanya padanya, apakah Aruna mau melupakan Dimar dan berpaling kepadanya.

Tetapi sekarang, Aruna harus berpaling dari Gama. Entah kepada siapa.

Lambat laun, obrolan mengenai Dimar habis dengan sendirinya, tergantikan dengan topik lainnya yang mengisi. Termasuk, mereka tiba-tiba bertanya tentang buku puisi Aruna yang dalam waktu dekat akan menemui tanggal terbitnya.

Aruna memvalidasinya. Gadis itu bilang, ia sudah selesai menulis buku puisinya dan tinggal menunggu proses editing oleh Mas Gaga. Dalam waktu dekat pula, ia sudah akan melihat ilustrasi yang Mahesa garap untuk buku puisinya.

"Mahesa?" mewakili tiga temannya, Belva merespons begitu Aruna selesai bicara menyebut-nyebut nama Mahesa.

Singkat Aruna menjelaskan siapa Mahesa, yang kemudian hanya direspons dengan anggukan paham dari tiga temannya. Detik selanjutnya, perkenalan singkat dari Aruna mengenai Mahesa jadi candaan. Satu sama lain saling menimpali, persis seperti ketika mereka bergurau tentang Mas Gaga.

Sejujurnya Aruna sangat membenci model bercanda yang seperti ini. Tapi, tidak mungkin Aruna mengutarakannya. Tiga lawan satu, Aruna sudah pasti kalah telak. Bisa-bisa, mereka hanya akan bilang kalau Aruna terlalu bawa perasaan. Meski belum tentu begitu, tapi memasuki tahun ketiga berteman dengan mereka sudah cukup bagi Aruna untuk menyimpulkan karakter teman-temannya.

Keputusan akhirnya, sore itu Aruna berusaha keras untuk tidak larut dalam perasaan jengkelnya, pun berusaha keras untuk tidak ambil hati gurauan tersebut. Lagi pula, tidak pernah sekali pun Aruna berpikir untuk punya hubungan lebih dari sekadar teman dengan Mahesa. Sudah lima tahun Aruna berkawan baik dengannya, tidak mungkin ada yang bisa dirusak.

Pilu Membara Atas Nama Cinta MengabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang