Tiga hari terakhir ini, Gama hanya sibuk mengurung dirinya di kamar kos. Hanya ada gitar akustik yang selalu menemaninya bicara sendirian. Ponselnya ia simpan di dalam laci dalam keadaan silent. Dengan begitu, secara otomat Gama tidak melihat satu pun pesan maupun telepon masuk dari teman-temannya, dan Denara.
Satu lagi lagu ia bawakan untuk dirinya sendiri. Gitarnya berperan menemaninya, dengan nada-nada indah yang tercipta. Sesekali Gama memejamkan matanya sambil mulutnya terus bersenandung lembut. Sesekali, matanya terpejam, saking Gama bersungguh-sungguh menyanyikannya sepenuh hati.
Kamulah satu-satunya
Yang ternyata mengerti aku
Maafkan aku selama ini
Yang sedikit melupakanmu
“Segala san—”
“Gam!” teriakan dari luar pintu kamarnya menginterupsi nyanyian Gama. Gama tahu itu suara Ridho. Dibarengi dengan teriakan tersebut, pintu kamarnya juga diketuk beberapa kali, oleh orang yang sama. “Gam, dicariin sama Ara!”
Gama berdengkus. Tanpa beranjak dari kasurnya, laki-laki itu balik berteriak pada Ridho, “Gama lagi sakit!”
“Duh, Gusti. Dosa lagi, dosa lagi,” balas Ridho. Gama hanya merespons dengan tawa, kemudian memutuskan untuk menyingkirkan gitar dari pangkuannya. Dihampirinya Ridho yang masih berdiri di depan pintunya. “Ngomong, atuh, Gam, sama si Ara.”
Masih sambil memegangi kenop pintu, Gama tersenyum menahan tawanya. “Sabar, atuh, Dho. Butuh waktu mikir gue.”
“Ya tapi kan nggak harus diemin berhari-hari, Gam,” balas Ridho. “Eta si Ara nyamperin lagi ke Kubus. Minta dianterin ke kosan lo. Maksa, Gam.”
“Iya?” tanya Gama sambil mengintip ke lobi kosan di lantai dasar. Ridho mengangguk. “Riweuh, euy. Ya udah, lo balik aja ke Kubus. Bilang sama Ara tunggu di bawah. Nanti Gama turun, lagi ganti baju dulu, kitu.”
Ridho mengacungkan ibu jarinya. Laki-laki itu kemudian pergi dari hadapan Gama. Sementara Gama lekas berganti pakaian, kemudian menemui Denara yang menunggu di lobi. Sesuai kesepakatan, mereka akan bicara di lobi indekos Gama, berhubung lobi dan indekos sedang lumayan sepi, sehingga mereka bisa membicarakan hal meski privasi sekalipun. Pun, menurut ketentuan sepihak dari Ara, perempuan itu akan mengajak Gama membicarakan perkara hubungannya yang mulai hambar beberapa hari terakhir ini, sejak Ara memaksa Gama untuk memberi penjelasan pada Aruna.
Secara sepihak juga, Denara menentukan, bahwa siang ini ia tidak mau Gama merokok. Dua setengah tahun berpacaran dengannya sudah membuat Gama sangat harus memakluminya. Laki-laki itu pun memilih untuk mengalah, tidak memperdebatkan perkara kecil urusan rokok. Meski sejatinya, Gama sudah sangat siap menyesap rokok-rokok kesayangannya demi pikiran yang lebih rileks ketika menghadapi Denara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilu Membara Atas Nama Cinta Mengabu
Ficção Adolescente[WattysID 2022 Winner] Gama Adi Prasaja hadir. Fokusnya semata-mata melampiaskan bara cinta dengan juta cara sederhana yang dimilikinya. Tetapi, laki-laki tiga perempat sempurna itu pada akhirnya membiarkan cintanya mengabu. Meninggalkan Aruna tanpa...