// 45: Salam Sayang, Aruna

2.2K 169 41
                                    

Satu bulan kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu bulan kemudian.

"Jalan Cigending?" Ridho bergumam sambil kedua tangannya sibuk membopong kardus berukuran sedang di depan dada. Sambil melangkah dengan lambat, ia melihat layar ponsel di tangan Ashlan yang tengah jalan beriringan dengannya menuju mobil milik Kevin si anak sultan yang dipinjamnya dan kini terparkir di depan indekos. "Heh! Jauh banget ini, kadal! Lo pindah kosan apa diasingkan, sih?"

Gama yang merasa dipanggil langsung menoleh setelah meletakkan satu kardus di bagasi. "Cuma tiga belas kilometer dari kampus, apanya yang jauh?" responsnya enteng.

Ridho menggelengkan kepalanya. Benar-benar sudah tidak beres sahabatnya ini. Masa iya bisa-bisanya dia pindah ke indekos baru yang jaraknya tiga belas kilometer dari kampus? Meski Ridho tahu alasan utamanya supaya Denara tidak mencari jejaknya lagi ketika di luar kampus, tapi Gama benar-benar aneh. Kan, di Bandung bukan cuma ada Denara, tapi masih ada Ashlan dan Ridho yang perlu bersosialisasi dengannya. Kalau Gama sejauh itu, mana ada yang mau menyeret laki-laki itu ke Kubus ketika ia tidak mau nongkrong?

"Beuh, awas lo ya, kalau nggak nongkrong gara-gara alasan jauh," cerca Ridho yang membuat Gama hanya tertawa dan geleng-geleng kepala. Selesai memasukkan semua kardus berisikan barang-barangnya, Ashlan dan Ridho segera masuk ke mobil, sementara Gama mengendarai motornya sendiri menuju indekos barunya.

Gama menarik napas dalam-dalam, memandangi bangunan tua indekos yang selama lebih dari tiga tahun ini jadi tempat tinggalnya selama di Bandung. Senyumnya mengembang sejenak. Dengan keyakinan penuh, ia membawa motornya dengan kecepatan rendah, memimpin jalan mobil di belakangnya.

"Punten, Kang, mau tanya sebentar." Satu motor dari lawan arah berhenti di depan motor Gama. Seorang kurir datang dengan seragam dan tentunya barang-barang yang menumpuk di motornya. Gama mengangguk, menanggapi pria yang berhenti di depannya. "Ini teh kos putra Ibu Lilis bukan, ya, Kang?"

"Oh, iya. Di dalem ada yang jaga kok, Kang. Masuk aja, nanti bilang aja buat siapa," balas Gama.

Pria itu gegas melihat layar ponselnya. Gama tebak di sana ada nama penerima yang sedang ditujunya. "Untuk Gama, Kang. Gama Adi."

Gama mengernyit. "Oh, paket punya saya berarti. Pas banget dateng, saya udah mau berangkat soalnya," katanya. Si kurir mengangguk paham, lalu cepat-cepat mengambil satu kotak yang dibungkus dengan plastik bening, memberikannya kepada Gama. Secara singkat, Gama berterima kasih, lalu memulai perjalanannya sambil sesekali menundukkan pandangan ke kotak yang diapit kakinya.

Dalam empat puluh menit, tiga laki-laki itu tiba di indekos Gama yang baru. Barang-barang segera diturunkan dari mobil, mereka pun langsung menjajal kasur baru Gama. Sementara Ashlan dan Ridho berbaring di kasur. Mereka sibuk sekali mengulas first impression yang dirasakan ketika pertama kali masuk ke kamar indekos dan naik ke kasur. Menjelang sore, Ashlan dan Ridho pamit pulang sebelum magrib, sebab mereka harus mengembalikan mobil milik Kevin ke kosan temannya itu.

Pilu Membara Atas Nama Cinta MengabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang