// 35: Perkara Tanda Tangan

678 86 22
                                    

“Kamu mau istirahat dulu?” Gama berhenti melangkah sejenak lalu mengambil botol air mineral dari dalam tote bag yang tersampir di bahunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Kamu mau istirahat dulu?” Gama berhenti melangkah sejenak lalu mengambil botol air mineral dari dalam tote bag yang tersampir di bahunya. Genggamannya pada tangan Aruna mengerat. Melihat Aruna menggeleng menanggapi pertanyaannya, Gama mengangguk paham, lalu mengulurkan botol minumnya. “Minum dulu. … Lan, Dho, tunggu bentar!”

Dua orang yang masih Gama titah untuk mengekori kencannya dengan Aruna berhenti melangkah, segera berbalik badan dan langsung disuguhi pemandangan dua sejoli yang sedang mesra-mesranya. “Beuh, emang dasar bucin,” tukas Ridho sambil menyikut Ashlan. Partner-nya hanya tertawa menanggapi.

Pagi-pagi tadi Gama sudah menjemput Aruna di hotel. Katanya Gama punya surprise, dan Aruna belum boleh tahu mereka akan pergi ke mana. Ternyata, surprise pertama yang Aruna dapatkan adalah mereka memiliki ekor lagi dalam itinerary-nya. Jangan-jangan, Ashlan dan Ridho akan terus mengikuti kencan mereka sampai Aruna pulang?

“Masih jauh ini, Gam?” tanya Aruna begitu selesai minum dan memutuskan untuk melanjutkan langkah. Gama menggeleng. “Berapa jam?”

“Kayaknya lima belas menit lagi, Aruna. Sabar ya,” jawab Gama. Aruna hanya tersenyum menanggapinya. Mereka pun kembali melangkahkan kaki tanpa banyak bicara. Aruna sejujurnya sudah lelah berjalan, dan ia harap Gama benar-benar akan membayar rasa lelahnya dengan surprise yang spektakuler.

Sesuai ucapan Gama. dalam lima belas menit, mereka tiba di destinasi. Remasan tangan Aruna pada Gama sampai mengendur sebab atensi Aruna kini tertuju pada lanskap di depan matanya. Tebing batu berukuran besar-besar tersebar di sekitarnya, termasuk kini mereka berempat berdiri di atas salah satunya. Entah bagaimana caranya, ada beberapa pohon yang tumbuh menjulang di atas bebatuan, meski tak begitu rindang, tapi cukuplah untuk menambah kesejukkan pemandangan. Di depan matanya, terbentang luas danau dengan air yang begitu jernih dan kehijauan. Sanghyang Heuleut kelihatan sejuk sekali meski mentari sudah menghangatkan Bandung.

Angin sepoi-sepoi berembus, meniup rambut Aruna hingga berayun-ayun di udara. Entah kekuatan magis apa yang Gama berikan, tapi senyum Aruna terpatri sempurna di wajahnya. Melihat Aruna tersenyum begitu lebar membuat Gama ikut serta. Laki-laki itu, menyibak rambut Aruna ke belakang telinganya.

“Suka nggak, Aruna?”

Dengan binar sempurna di matanya, Aruna mengangguk penuh semangat. “Kamu masih berani nanya, Gam?” Aruna melempar kembali tanda tanya tersebut. Rasa-rasanya, lelah Aruna benar-benar terbayar lunas ketika sampai di pangkal Danau Sanghyang Heuleut. Bahkan, tanpa mau menyia-nyiakan momen berharga ini, Aruna sampai langsung mengeluarkan ponselnya, bersiap mengambil banyak foto dan video untuk kenang-kenangan.

“Coba atuh, hadap sini!” teriak Ashlan dari belakang punggung dua sejoli yang sedang takjub dengan pemandangan di depannya. Kontan Gama dan Aruna serempak menoleh, mendapati Ashlan sudah menggenggam kamera di tangannya. Belum siap Gama dan Aruna berpose, laki-laki itu sudah memotret, membuat keduanya gegas bersiap untuk jepretan selanjutnya.

Pilu Membara Atas Nama Cinta MengabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang