prolog

1.9K 108 6
                                    

Rey sedari tadi gelisah di kursi pesawat dalam perjalanan menuju Batam. "Kakak yakin, ini akan berhasil? Bagaimana jika Kak Za berhasil menemukan kita?"

Ray yang membenarkan posisi duduk memutar kepala dan tersenyum. Ia menepuk pundak Rey untuk meyakinkan rencananya. "Tenanglah." Menarik tangan, Ray memakai seat belt setelah terdengar pengumuman bahwa pesawat akan lepas landas. "Aku harap kamu bisa menemukan kebahagiaanmu, Rey."

Rey menatap kakaknya sebelum mengalihkan pandangan ke luar jendela. Ia memperhatikan bandara yang perlahan ditinggalkannya. Bangunan yang berdiri angkuh itu terlihat kecil saat pesawat sudah berada di jalur take off. Tak lama, suara mesin berubah dan getaran semakin hebat. Pesawat itu melesat dengan cepat sebelum terbang meninggalkan Jakarta.

Pandangan Rey sedari tadi tertuju pada kota yang pernah memberinya luka. Tak ingin kembali menyesal, ia berhenti melihat ke luar yang hanya berupa gumpalan awan dan memilih memejamkan mata. "Terima kasih sudah pernah menganggapku ada, Kak."

Ray melirik Rey, tak paham apa maksud ucapannya. Namun, saat iris hitam adiknya bertemu, ia menyunggingkan senyum dan berkata, "Kamu adalah rumahku, Rey."

Buah kebencian untuk ayah END (Versi revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang