Maafkan aku, menyakitimu

489 30 0
                                    

Rey berulang kali menghela napas. Pandangannya tertuju pada sebuah kolam kecil yang berada di ruang santai. Ikan koki yang bergerak kesana kemari tak membuat pikirannya teralihkan dari berbagai pertanyaan yang terus saja datang di kepalanya.

Dari dalam, Ray memperhatikannya. Menerka apa yang tengah dipikirkan adiknya setelah keputusannya untuk pulang juga perbincangan tentang Naya. Ia mendekat dengan segelas jus tomat.

Ray memanggil Rey yang masih bergeming. Ia telah mengelana dalam dunia yang tak bisa diterka. Hingga panggilan keempat, Rey baru menyadari kehadiran kakaknya

"Apa kamu masih memikirkan tentang Naya atau keputusan pulang?" Ray ingin tahu apa yang dipikirkan Rey beberapa hari ini. Sejak keputusan pulang, ia sering memergoki adiknya melamun. Dan seperti biasa, Rey akan mengelak jika ditanya. Selalu beralasan Naya yang mengganggu pikirannya. Tak mudah memang membuat adiknya berbagi cerita.

Rey tersenyum dan mengambil jus tomat.

"Kepo!" Rey tahu kakaknya diam-diam memperhatikan dan ingin tahu jalan pikirannya.
Rey mengambil jus tomat dan meminum hingga setengah.

"Aku kangen Mei."

"Siapa? Mei?" Dahi Ray mengernyit dan menanyakan Mei yang dimaksud adiknya.

"Dasar pedofil," kekeh Ray begitu mengetahui siapa yang dimaksud. "Tak kusangka adikku penyuka daun muda."

"Lalapan kali!"

Ray kembali dibuat terbahak. "Jadi seleramu yang seperti itu?"

Giliran Rey yang tertawa. Ia tahu kakaknya salah paham. Bukan ketertarikan tentang cinta, tetapi dalam hal ketulusan. Itu yang membuatnya memilih Mei. "Kakak tahu, anak kecil itu polos dan tidak mudah berbohong. Ketulusan mereka terpancar dari matanya." Entah mengapa Rey justru menceritakan Mei dan membanggakan seolah apa yang dilakukan anak kecil itu jauh lebih berarti.

"Yah, namanya juga anak kecil. Belum paham apapun. Sekarang ngomong juga besok lupa." Ray masih tak paham dengan adiknya. Bagaimana bisa membandingkan Naya dengan anak kecil. Apa mungkin Rey justru menaruh hati pada Mei. Lalu apa yang menarik dari anak kecil itu.

Rey mendesah. Ia tahu Ray tidak paham dan menganggap Mei hanya anak kecil biasa. Padahal, Mei telah membuat hari-hari kelamnya menjadi berwarna. Celotehan juga kepolosannya telah memberinya sesuatu yang berbeda. Namun, ia meyakini itu bukan cinta. Mungkin karena ia kesepian saja.

Ia memang tidak pernah menceritakan perihal pertemuannya dengan gadis kecil itu. Ray hanya tahu, Mei adalah anak yatim piatu yang baru saja ditinggal kedua orang tuanya. Dan sekarang tinggal di panti asuhan bersama Naya.

"Awas jangan macam-macam sama anak kecil. Bisa kena pasal," ejek Ray membuat Rey mencebik.

"Aku pinjam mobilnya, ya." Rey merogoh saku baju Ray dan mengambil kunci mobilnya. Ia berdiri dan keluar disusul Ray di belakang.

"Kakak antar saja sini!" Ray berusaha merebut kunci, tetapi gerakannya kalah cepat. Rey menjulurkan lidah, merasa menang.

"Aku tidak suka diantar terus. Umurku sudah dua puluh tahun, tapi Kakak terus memperlakukanku seperti anak kecil!" sungut Rey yang segera menghidupkan mobil Rush kakaknya.

"Mau kamu sudah menikah juga Kakak akan tetap merasa kamu anak kecil." Ray mengacak-acak rambut Rey yang ditepis dengan kesal dan beralasan rambutnya menjadi berantakan.

"Hati-hati!"

Mobil perlahan menghilang dari pandangan. Ray mendesah, ingin rasanya berada di samping adiknya. Terkadang kekhawatirannya pada Rey memang berlebihan hingga membuat kesal.

Buah kebencian untuk ayah END (Versi revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang