Catatan Daisy

929 157 12
                                    

Pernah tidak penasaran dengan wujud hantu?

Aku tidak. Awalnya.

Sebenarnya begini, dulu aku tidak benar-benar yakin kalau makhluk semacam itu memang ada. Apalagi sejak berteman dekat dengan William yang menganut kepercayaan sains dan mengajariku untuk menganalisis segala hal berdasarkan fakta ilmiah. Menurutnya, segala sesuatu yang tidak dapat dibuktikan berarti dua hal:

(1) Itu tidak nyata; dan
(2) Kau hanya terlalu bodoh untuk dapat membuktikannya.

Tentu saja menurut William hantu termasuk golongan nomor satu. Itu sebelum makhluk yang ia sangkal akhirnya memasuki raganya.

Kemudian William menambah satu poin lagi: (3) Itu di luar jangkauanmu dan sebaiknya tidak usah dipikirkan.

William memang masih tidak bisa membuktikannya secara nyata. Maksudku, dia tidak bisa menuliskan hasil penelitian itu ke bentuk laporan ilmiah dan mengirim ke laboratorium atau universitas terkenal yang akan membuatnya mendapat beasiswa. Tapi dia jelas sadar dengan apa yang terjadi selama satu minggu yang hilang dari hidupnya. Tubuh William diambil alih. Oleh kenalannya pula.

Sebaliknya, aku bisa. Aku bisa membuktikan padamu, walau kau tidak bisa melihatnya, dan kemungkinan kau akan menganggapku sinting. Tapi serius, ada sosok yang ikut duduk dan membaca di sebelahmu saat ini juga.

Jangan, jangan menoleh.

Pandangan masih lurus ke depan? Bagus.

Bukannya menakuti. Sebenarnya aku sendiri juga sering takut. Aku selalu takut. Dari ketika aku tidak bisa melihat hantu menyebalkan yang mengganggu kamarku, lalu akhirnya melihat hantu pertama yang memberiku 'hadiah' ini, sampai akhirnya terbiasa berhubungan dengan makhluk halus sesering manusia asli.

Oke, well, yang artinya tidak cukup sering sih.

Sebenarnya ini bukan keinginanku. Siapa sih orang yang kurang kerjaan dan merelakan diri untuk terlibat dalam urusan paranormal? Baik, sebut saja aku ... bucin. Atau apa pun istilah yang tepat untuk cewek polos yang jatuh cinta pada orang yang sudah mati dan kepengin banget melihat wajahnya sebelum akhirnya hantu itu pergi selamanya. Karena otakku sudah pindah ke hati, jadi tidak banyak yang kupikirkan selain aku ingin sekali bertemu sosok cinta pertamaku yang sudah jadi almarhum sejak pertama—namanya Jordan, omong-omong.

Yeah, dia pelakunya. Jordan. Sehingga sekarang aku punya peluang untuk menambah lingkaran pertemanan lintas dimensi.

Tidak membalas perasaanku adalah satu hal, tapi Jordan, setelah membiarkan aku melihatnya selama setengah jam, akhirnya meninggalkanku tepat setelah aku menyatakannya. Kalau kau tanya aku, rasanya jauh lebih buruk dibanding ditolak, padahal aku belum pernah mengalaminya—ditolak cinta, maksudku.

Aku tahu, ada banyak pertanyaan yang muncul di benak kalian sekarang. Bagaimana aku bisa jatuh cinta dengan makhluk yang tidak bisa kulihat sebelumnya? Jika kau masih ingat dengan kasus William yang kuceritakan tadi, kira-kira intinya sama. Jordan, si hantu-baru-jadi, memasuki tubuh seorang temannya, dan dengan sebuah keberuntungan yang sial, kami bertemu. Dengan sebuah kebodohan, aku jatuh cinta. Dengan sebuah keegoisan, dia pergi.

Lupakan itu. Saatnya berhenti menjadi gadis SMA yang muram dan berperan jadi Paranormal keren. Di sela-sela kesibukan tugas sekolah, banyak hantu yang harus kuhadapi, dan lebih banyak lagi yang harus dihindari.

Kalau kau tanya apa bentuk mereka, well ...  aku tidak bisa menjelaskan banyak. Tidak sekarang. Intinya hantu itu bisa tampak sekeren manusia hologram atau menjadi seperti apa yang mereka perlihatkan dalam mimpi burukmu. Bayangkan apa saja yang seram-seram. Yeah, persis.

Tapi, bagaimana pun wujudnya, dan secakep apa pun tampang mereka, aku mempelajari satu hal, yang (tampaknya) semakin kukuasai selama menjadi Paranormal.

Para makhluk gentayangan itu biasanya mencari sesuatu.

Dan dalam kasusku, kebanyakan hanya satu:

Masalah.

TROUBLEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang