11. Tawuran Para Hantu

201 82 5
                                    

Di detik yang sama saat kutolehkan kepala, sekujur tubuhku langsung menegang. Aku bisa merasakan tatapan menusuk Mila dari ujung halaman parkiran tepat ke arah kami, mengantarkan sensasi beku yang menjalar di sekujur lengan hingga ke leher. Rasa dingin itu berubah menjadi pusaran angin yang mendobrak kepalaku, hingga aku kesulitan untuk berpikir. Semua rencanaku kacau, dan sel-sel otakku kini berlarian kalang kabut diterpa badai puting beliung.

Dua detik meneriakkan 'Habislah! Habislah!' dalam hati, aku mencengkram lengan Jeremy dengan ujung kuku setengah tebenam di kulitnya-refleks panik.

"Kabur!" seruku setelah mendapat kembali akal sehat.

Jeremy dan yang lainnya-mungkin semua orang sakit dan sehat di kantin, juga kucing yang berhasil menerobos masuk-kebingungan menatapku. Tapi untunglah anak itu mengikutiku dengan terburu di belakang. Kami sudah berhasil keluar dari kantin, berlari ke arah berlawanan di halaman parkir, tapi tahu-tahu saja Mila sudah muncul di depanku.

Kenapa sih hantu-hantu punya semua kekuatan super?

"Apa yang kau lakukan di sini?" desis Mila. Biasanya dia memang tidak ramah, tapi kali ini lebih parah dibanding terakhir kali kami bertemu. Bola matanya yang berwarna hitam—tampak mati, tentu saja—kini semakin menggelap.

Hanya sebagian slot parkir yang terisi mobil, yang artinya rumah sakit tidak begitu ramai malam ini. Tapi tetap saja, beberapa orang terlihat berlalu lalang, mobil baru selalu masuk, dan para hantu yang berkeliaran kini berkerumun dan memandang kami penasaran. Rupanya hidup atau mati, orang tetap punya rasa ingin tahu yang tinggi. Barangkali jarang-jarang ada hantu yang cukup berani untuk menghadang Paranormal di tempat umum.

"Apa yang kalian bicarakan dengan Charles?" tanya Mila lagi saat kami tidak menjawab.

"Menggosipimu, tentu saja," cetus Anthony. "Kalau ternyata Mila adalah hantu yang tidak bisa move on dan ingin Charles melajang selamanya."

"De ja vu," gumamku pada diri sendiri. "Hal semacam ini pernah terjadi, deh."

"Dengar, Mila, kami sebenarnya ingin membantumu." Katrine mengambil langkah mendekati hantu cewek itu. Dalam hati aku bersyukur karena pakaian Katrine adalah gaun hitam tanpa lengan yang mengkilap, jadi gaya busana mereka tampak sepadan. Mungkin Mila akan mendengar gadis dengan pakaian bagus. "Kami tahu ada hal yang belum kau selesaikan—"

"Satu-satunya hal yang belum selesai adalah fakta bahwa Charles masih berpacaran dengan teman cewek genit itu!" Mila menunjukku dengan tidak sopan.

"Hah, sejak kapan Daisy jadi cewek genit?" kekeh Anthony.

"Maksudnya Rebecca," bisikku tajam. "Tapi bukan berarti itu benar."

"Aku paham. Masalah yang tidak selesai ini adalah perasaan yang belum dilepaskan," kata Jeremy bijak.

"Ini tidak akan berakhir, Mila," bujuk Katrine. Dia sudah menyentuh bahu Mila yang tegang. "Charles akan menemukan wanita lain kapan saja. Kau tidak bisa meneror semua wanita di dunia ini."

"Mungkin istilah 'semua' agak berlebihan," komentar Anthony.

"Diamlah jika tidak berniat membantu," desisku sambil menyentil lengan Anthony. Tepat setelah itu, seorang hantu berpakaian preman yang menonton berseru, 'Pukul! Pukul!'

Aku memberi tatapan mematikan pada si preman yang akhirnya terdiam.

Bagus. Akhirnya ada hantu yang menurut padaku.

"Tidak," kata Mila keras. "Jika aku tidak bisa bersama Charles, tidak ada satu pun yang boleh bersamanya. Tidak ada yang bisa menggantikanku begitu saja. Selama kami belum mengucapkan putus—"

TROUBLEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang