Bukan main.
Rylan benar-benar menunggu di rumah toko samping gerbang kompleks perumahanku. Tepatnya di depan sebuah kafe yang baru dibuka, seperti yang dia jelaskan di pesan singkat di ponsel setelah dua panggilan tidak terjawab darinya. Jariku tergelitik untuk mengetik seribu pertanyaan yang langsung terlintas, tapi akhirnya aku membalas kalau aku akan ke sana setelah makan siang.
'Lima menit,' balasnya.
Kuabaikan pesannya dan tiba di sana tiga puluh menit kemudian.
Berada di dalam Kafe Seram, tempat nongkrong yang dirancang dengan tema seram namun lucu, membuatmu merasa seperti di bulan Halloween walau di tengah Maret. Lantai dan pilar dalam kafe ini bercorak bata, dengan meja dan kursi batu dan dekorasi sarang laba-laba di berbagai sudut serta sebuah kapal layar raksasa yang digantung di tengah ruangan. Satu-satunya hal yang patut disayangkan adalah pencahayaan yang berlebihan, terutama karena dinding luar kafe yang terbuat dari kaca bening sehingga sinar matahari dari luar menyulap Rumah Seram menjadi Kafe Ceria.
"Aku ada rapat dengan Joanne jam 3.30 nanti," decak Rylan, menyambutku dengan wajah tertekuk saat aku duduk di depannya—ternyata perabotannya terbuat dari plastik, bukan batu benaran. Segelas teh di depannya sudah setengah habis.
"Halo? Permisi? Aku tidak menyuruhmu ke sini? Kenapa kau mencariku? Dan kenapa kau tidak ke rumahku saja sekalian? Kenapa aku tidak boleh memberitahu Mama kalau aku akan menemuimu? Aku jadi harus berbohong lagi dan bilang harus membeli barang." Untung saja ada toko souvenir dan barang-barang unik di sekitar sini, jadi alasanku mudah diterima.
Rylan tidak langsung menjawab serentetan pertanyaanku. Ada seorang pelayan berdandan seperti kuntilanak yang mengagetkan dan bertanya apakah aku ingin memesan sesuatu, tapi sebelum aku sempat menjawab Rylan sudah memutuskan kalau aku hanya akan minum teh hangat.
"Entah apa yang terjadi padamu dan Jordan sebelumnya, jadi Joanne tidak terlalu setuju jika aku menemuimu," katanya datar.
Aku bisa merasakan wajahku menghangat. "Ti-tidak ada apa—"
"Tapi itu bukan urusanku," potong Rylan. "Aku hanya mau tanya sesuatu."
"Soal Jordan lagi?" desahku, nyaris memutar bola mata.
"Rebecca."
Kami kembali diinterupsi oleh pelayan kuntilanak yang meletakkan secangkir teh hangat di depanku. Aku menatap cangkir keramik putih itu sejenak, menimbang apakah harus menyesap sedikit untuk mengisi momen sunyi yang mendadak tercipta, sampai akhirnya Rylan melanjutkan lagi.
"Aku melihatnya dalam mimpi. Mimpi yang aneh. Dia sedang bermain bulu tangkis sendirian sampai ...." Rylan menghentikan kalimatnya, lalu menyesap sedikit teh. "Ada kau di sana."
Mataku terbelalak tidak percaya. "Kau—apa?"
"Jadi kau benar-benar mengatur mimpiku," tukas Rylan tajam.
"Aku tidak—oke, begini, aku terkadang memang bisa sedikit mengendalikan mimpi sejak bisa melihat hantu, tapi aku tidak bisa masuk ke mimpi semua orang dan mengacaukannya seperti Spongebob. Lihat, pada akhirnya Rebecca mati dan aku tidak bisa menghentikannya. Itu mimpiku, Rylan. Kau penyusupnya. Kau si Spongebob."
"Bagaimana aku bisa masuk ke mimpi anehmu?"
"Mana kutahu!"
Kami kembali terdiam dalam pikiran rumit masing-masing. Aku meneguk teh tawarku sampai habis, lalu menyesal saat baru menyadari ada kantong kertas kecil berisi bubuk gula di pinggiran tatakan cangkir yang belum dibuka.
"Saat pertama aku sadar lagi, salah satu orang yang ingin sekali kutemui adalah Rebecca," kata Rylan tiba-tiba. Suaranya, secara mengejutkan, terdengar lebih lembut sehingga aku harus memastikan ulang apakah itu benar-benar Rylan. "Lalu aku mencarinya. Rebecca bilang kalau kami sudah pernah membicarakan ini, dan seharusnya aku berfokus pada pemulihanku hingga ingatanku kembali."
KAMU SEDANG MEMBACA
TROUBLED
Paranormal[Paranormal-Teenfic-Horror Fantasi-Romance-Comedy] Menjadi remaja SMA yang bisa melihat hantu tidak semudah yang dibayangkan Daisy. Apalagi tiba-tiba ada hantu yang mengincar Rebecca, sahabatnya. Seakan mengusir makhluk gentayangan saja belum cukup...