Bab 1. Rumah Baru

7.9K 283 15
                                    

"Rumah atau istana?"

Siti menggeleng-geleng menatap takjub pada rumah besar dan megah di hadapannya. Bukan main kekayaan pemilik rumah ini. Mama-papa Siti memang kaya dulunya, setelah meninggal setahun yang lalu mendadak Siti jadi gembel. Perusahaan papanya yang tidak terlalu besar mendadak bengkrut. Waktu itu ia masih duduk di kelas tiga SMA lagi. Untung saja ia bukan perempuan yang terlalu boros, jadi tabungan yang papanya berikan masih cukup untuk kuliah.

"Loh Neng tidak masuk?"

Siti yang masih mengagumi rumah mewah ini, berbalik menatap wanita paru bayah yang sedang memegang selang air. Siti tahu, pasti pembantu rumah ini. Wanita itu melirik dari ujung kaki sampai kepalanya. Mungkin merasa aneh dengan dandanannya yang biasa saja.

"Siapa Mbok?"

Mendadak Siti menjadi minder, ketika yang keluar dari rumah ini seperti puteri Disney. Dandanan perempuan ini begitu mewah, gaun biru muda dengan hiasan di bawah gaunnya, melekat indah di tubuhnya. Jika ia hitung harga baju itu, mungkin lebih dari uang regisnya tiap semester. Ia hanya mahasiswa dengan jalur beasiswa.

"Cari siapa ya mbak? Maaf di sini bukan tempat ngemis."

Sedetik berikuttnya Siti ingin mencabik mulut sicantik ini. Cover saja yang bagus, mulutnya seperti panci kredit.
Siti menatap dandanannya yang murah meriah dari baju sampai celana. Celana sobek-sobek, dipadui kaus putih dari dalam, dan luarnya kemeja kotak-kotak merah yang lusuh. Sambil memikul 'tas besar berisi baju. Pantas saja ia dibilang pengemis, tampilan yang ia pikir sudah baik, sangat jauh dari perempuan di hadapannya.

"Saya disuruh ke sini oleh Om Luke."

Jawab Siti jujur. Ia malas untuk berbasa-basi. Om Luke, pria tua itu terus saja memintanya untuk datang ke alamat ini.

Ancaman pria tua itu benar tak main-main, jika tidak datang maka beasiswanya dicabut. Siti kira hanya sekedar ancaman, tapi nyatanya sampai di kampus, ia dipanggil dosen pembimbing Akademik, katanya menghadap Rektor kampus.

Siti yang awalnya masa bodoh dengan rektor, akhirnya tahu juga yang namanya rektor. Dilihat dari rumah pria ini, maka Siti bisa simpulkan pria paruh baya itu orang yang berpengaruh. Dia datang waktu penguburan mama dan papanya.

Siti tak tahu 'apa yang telah terjadi, tapi faktanya ia harus menikah dengan anak pemilik rumah ini. Baginya sangat lucu, ia seperti menonton drama.

...........

"Siapa nama kamu?"

Siti menatap wanita paruh baya yang masih cantik diusianya. Sangat cantik, ia sampai minder. Merasa kalah jauh.

"Siti Halime." Jawab Siti jujur.

"Siti? Tidak ada nama lainnya?!"

Siti menatap perempuan yang tadi menyambutnya di depan teras rumah. Siti tebak perempuan ini dendam dengan yang namanya Siti. Memang namanya Siti, salahnya dimana? Sangat sombong. Diskriminasi namatuh namanya. Ia juga tak tahu kenapa namanya Siti Halime, tapi tidak ada nama terakhir papanya yang tersemat.

"Dari dulu mama sudah tidak setuju!"

Fiks hati Siti retak limapuluh centi. Gila kali penduduk rumah ini, tidak ada sopan-sopannya untuk menghargai orang lain. Memang kadang etika tak kenal kasta.

"Seharusnya Julian nikah sama bidadari, kenapa bidaduri seperti gini?"

'Buset dah mulut wanita paru bayah ini ngalahin silet.' Dumel Siti dalam hati.

Mana ia tahu. Ia juga tak percaya mendadak akan menikah. Mana ia tahu sudah punya tunangan sejak usia 5 tahun. 'Usia seperti itu ia masih ingusan, hobinya main perosotan. Cebok saja masih panggil mama. Siti merasa menjadi tersangka dan disidang dadakan.

Siti Bukan Milea (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang