Bab 29. Sebuah Kebenaran

3.2K 184 5
                                    


Setelah Julian pergi, Siti menatap pesan di hp-nya. Satu pesan dari Kenan yang mengajaknya bertemu di jam 3 sore di kafe Meno. Sebelum itu, ia juga ada janji ke kafe Meno, mencoba resep brownies terbaru yang akan dijual.

Mertuanya juga tak pulang rumah sejak semalam, jadi ia bisa bebas kemanapun. Sejak ia hamil, tak pernah sekalipun pergi sendiri. Siti menaiki taksi karena ia dilarang mengemudi mobil atau motor.

"Kenapa gak telepon biar gue jemput sih?"

Meno melototi Siti yang baru turun dari taksi.

"Ya elah, emang kenapa sih? Udah kayak mertua gue aja." Siti mendengus kesal. Kadang Meno juga rempong seperti emak-emak kang gosip.

Duduk di meja pelanggan, Siti menoleh sekeliling. Hanya ada beberapa remaja, dan beberapa orang dewasa yang sedang menikmati brownies.

*
Siti menemani Tiara membuat brownies. Walaupun beberapa kali ia salah memecahkan telur ayam seperti di rumah, Tiara tetap sabar mengajari.

"Hais, kenapa sesusah ini sih Ra?" omel Siti dengan wajah cemberut.

Tiara hanya tertawa, ia tahu dengan baik jika Siti tak pernah masak.
Siti melap keringat di dahinya. Hampir dua jam ia dan Tiara membuat kue, akhirnya selesai juga.

"Waoh, gila keren gue akhirnya bisa masak."

Siti berteriak histeris, Tiara hanya terkekeh pelan, ia tak menyangka Siti begitu gigih tak patah semangat sama sekali.

"Ini kue pertama yang gue buat. Ra, gue harus bungkus bawa pulang."

Siti tersenyum penuh kebahagiaan. Dengan hati-hati ia membungkus kue yang ia buat.

Jarum jam menunjukkan pukul 15. 20 sore. Siti segera keluar dari dapur menuju depan. Benar saja ia melihat Kenan yang sedang duduk menatap luar. Ah, ternyata di luar hujan.

"Pak Kenan sudah lama menunggu. Maaf saya terlambat."

Kenan menatap Siti yang duduk di hadapannya. Tubuh Siti tampak lebih berisi dan yang membuat ia terdiam beberapa detik karena melihat perut Siti yang membesar.

"Kamu hamil?"

Siti menatap dua bola mata Kenan yang menyirat kesedihan.

"Seperti yang bapak lihat."

Kenan masih menatap Siti begitu lamat.

"Apa kamu hidup dengan baik?"

Siti melihat wajah Kenan yang tampak memerah. Hujan semakin lebat, dan tiba-tiba saja ia melihat Kenan menangis di hadapannya.

Siti terdiam melihat Kenan menangis. Apakah Kenan patah hati karena tahu ia hamil?

"Maaf pak, saya sebenarnya sudah menikah. Saya gak hamil di luar nikah kok." Ujar Siti tak ingin Kenan salah paham padanya.

Tapi, Kenan tetap menangis. Siti menatap sekeliling yang sepih, hanya keduanya saja. Ini aneh, biasanya ramai.

"Pak Kenan ada masalah? Kenapa menangis sih pak? Bapak cowok loh."

Siti merasa bingung. Ia tak tahu bagaimana membujuk seorang pria yang menangis. Ini juga yang pertama kalinya ia melihat seorang pria menangis tanpa alasan.

"Maaf, maafkan saya."

Siti menatap bingung ke arah Kenan. Ia tak tahu kesalahan apa yang pria ini lakukan.

"Maafkan saya yang tak pernah menyadari, jika kamu begitu dekat dengan saya."

Siti merasa bingung. Ia tak paham dengan kalimat Kenan.

Siti Bukan Milea (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang