Siti terdiam. Bahkan bunyi ombak dan suara bising orang-orang di dekat seperti sunyi. Ia dan Meno masih saling tatap. Suara tawa Meno terdengar.
"Wajah lo kenapa kayak orang bingung gitu. Cuma canda."
Siti mendengus malas. Saking kesalnya ia memukul kepala meno dengan keras.
"Canda Ti, jangan kasar gitu ah, gak baik."
Siti memukul bahu Meno dengan kuat.
Siti dan Meno saling kejar, merasa kesal Siti ingin melempar meno ke pantai. Keduanya tertawa bersama sambil bermain air.
...Selesai bersenang-senang, Keduanya duduk di bawah pohon. Walau ramai Siti tak terganggu sama sekali.
"Ti."
Siti menoleh menatap Meno yang sedang menatap jauh ke arah lautan.
"Kalau gue diberi mesin waktu, gue pengen banget kembali di masa lo masih SMA."
Siti menatap Meno bingung. Jika ia SMA maka Meno sudah kuliah.
"Apa hubungannya?" Tanya Siti bingung.
Meno menoleh ke arah Siti sambil tersenyum.
"Biar bisa nyariin lo terus kalau kabur dari rumah. Itu momen paling nyebelin dan dirinduin buat gue."
Siti ikut tersenyum kecil. Dulu ia memang nakal, saking nakalnya mama dan papa sering menyuruh Meno mencarinya.
Siti menatap handphonenya yang berdering. Ia pikir Julian, tapi pada akhirnya ia kembali kecewa. Sudah dua hari Julian tak memberinya kabar. Sudah ia telepon tapi tetap saja nomor tak aktif.
"Ti, hiks. Siti, gue mati aja. Gue kabur dari rumah."
Siti membelakkan matanya, entah sudah berapa kali Sabrina membuatnya stres.
Mematikan telepon, Siti segera menarik Meno pergi menemui Sabrina.
**
Siti berlari meninggalkan Meno menuju Sabrina yang sedang duduk di taman sambil menangis.
"Ti." Sabrina menarik dan memeluk Siti.
"Kenapa sih Sab?" Siti mengelus bahu menenangkan.
"Gue gak pengen nikah Ti. Gua barentem sama papa. Utang budi, gue benci kalimat itu."
Siti membuang nafas kasar.
"Sab, bukannya lo pernah bilang ke gue. Semua yang terjadi pasti punya alasan sendiri. Yang harus lo lakuin yah menerima."
Sabrina melepas pelukan Siti. Ia menatap kecewa. Tidak dengan pernikahan.
"Tapi, lo tahukan cintanya gue ke siapa?"
Siti mengusap wajahnya pelan. Geometri, ia sangat tahu itu.
"Terus lo mau kawin lari sama Geometri?"
Sabrina mengehentikan tangisnya. Mendadak wajahnya murung.
Siti mendesah lagi, Geo punya banyak kekasih. Melihat diamnya Sabrina Siti mendesah lagi."Semua bisa diomongin baik-baik. Jangan main kabur-kaburan, gak ada yang tahu kapan sial akan datang."
Bisa saja terjadi kecelakaan atau hal yang tak diinginkan. Apalagi Sabrina mengemudi.
"Jadi gue harus pulang dan nikah sama Gavin? Kita nikah tanpa cinta."
Sabrina tahu Gavin mencintai Siti. Pria itu selalu menatap Siti dengan pandangan berbeda.
Siti mendesah lagi. Apa arti cinta dalam pernikahan? Ia sendiri menikah tanpa cinta.
"Orang bilang cinta datang karena terbiasa, dan gue udah rasain. Gak masalah sekarang lo jalani dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Siti Bukan Milea (End)
RomanceSiti tersenyum pedih melihat Julian berlari pergi meninggalkannya di taman demi Tania, masa lalu pria itu. Hal yang membuatnya terlihat bodoh, tak bisa marah dan melarang, karena pada dasarnya ia hadir menjadi istri Julian karena perjodohan.