Epilog

6.9K 226 23
                                    


"Mama!"

Gadis kecil itu berlari kecil sambil menunjukkan boneka beruang kecil berwarna cream, sambil tersenyum lebar.

"Lea, jangan lari nanti jatuh."

Milea, nama gadis kecil berusia 4 tahun itu.

"Om meno bawain Lea banyak mainan Ma."

Siti mendengus pelan. Meno sahabatnya itu selalu saja, membawa mainan dan memanjakan puterinya.

Baru saja disebutkan, Meno datang dengan senyum lebar tanpa dosa.

"Ya udah sana, main di ruang tamu ya. Jangan ke luar."

Siti mengingatkan Milea yang begitu nakal, menuruni sifatnya yang keras kepala dan sulit diatur.

"Pfutttt."

Setelah Milea pergi, Siti menoleh dengan tajam ke arah Meno yang sedang menahan ketawa.

"Jangan masang wajah kayak gitu. Lo kayak badut."

Meno tertawa sambil nenunjukkan wajah Siti yang penuh tepung terigu.

"Mana brownies baru yang lo buat?"

Siti mendengus lagi, tapi akhirnya mengeluarkan brownies yang ia buat. Sudah tiga tahun ia membuka toko kue kecil-kecilan. Ia belajar susah payah dengan bantuan Tiara. Sekarang toko kuenya tutup.

"Nih, jangan lupa kasih nilai ya No!"

Tiga tahun yang lalu, ia mulai bangkit dari segala keterpurukkan setelah kejadian itu. Saat ia tahu segalanya, tentang kematian orangtuanya, tentang cintanya yang tak terbalas, dan tentang penghianatan Julian. Jika ia ingat lagi, tak ada kata maaf, dan sedikitpun ia tak ingin memaafkan Julian walau terakhir yang ia tahu, Julian terbaring koma di rumah sakit.

*
"Om siapa?"

Milea berdiri di depan pagar rumah, sambil menatap sosok pria dengan kebingungan.

"Om mau pesan kue ya? Mama gak buka toko."

Julian tersenyum, matanya bahkan berair saking terharunya. Empat tahun yang lalu ia mendorong Siti, dan membiarkan mobil itu menabraknya. Saat ia bangun dari koma, semua telah berubah. Siti pergi entah kemana dengan menandatangani surat perceraian. Empat tahun susah payah ia mencari keberadaan Siti. Terlihat bajingan, tapi ia hanya ingin mengetahui kabar perempuan keras kepala itu.
Tak bisa ia pungkiri, jika rasa rindu itu begitu besar.
"Nama kamu siapa?" Julian masih berdiri di depan pagar rumah yang tidak terlalu tinggi.

"Milea Om."
Julian tersenyum sedih, wajah Milea persis dengannya.

"Om, mau ketemu mama? Lea panggilkan."

"Jangan-" Kalimat Julian berhenti saat Milea telah berlari pergi.

Julian berbalik ingin pergi, tapi sosok Kenan yang berdiri tidak jauh darinya menghentikan langkahnya.

**

Keduanya duduk di depan super market yang menyediakan tempat duduk di bagian luar, dengan atapnya seperti payung.

"Kenapa lo datang ke sini? Bukannya lo udah janji gak ganggu Siti lagi?"

Julian menyesap kaleng bir di depannya. Lalu ia terkekeh pelan. Ia sudah merasakan hukuman dari Tuhan empat tahun ini.

Rasa bersalahnya pada Tania karena kehilangan bayi mereka, membuat ia menutup mata dan hatinya, meyakinkan rencananya dengan melibatkan Siti. Untuk Siti, kenyataan yang sebenarnya, papanya yang meminta Siti menjadi menantu keluarga mereka. Mempertanggung jawabkan perbuatannya dan Tania yang membuat Siti jadi yatim-piatu. Papanya bahkan rela membayar utang almarhum papa dan mama Siti dulu, dan meminta keluarga Siti jangan mengusik kehidupan Siti, apalagi menganggu Siti. Ia memberi beasiswa untuk Siti tanpa diketahui.

Siti Bukan Milea (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang