Bab 4. Terang-Terangan

1.8K 189 10
                                    

Hallo yeorobun❤❤ selamat membaca.

Ketiga orang di meja makan restoran mewah ini, menatap takjub ke arah Siti. Perempuan dengan tampilan tomboy itu terlihat sangat menikmati makanan mahal yang tersaji.
Julian menatap datar Geometri yang menyodorkan ayam goreng ke atas piring Siti.

"Acieh, baru kali ini Geo perhatian sama cewek." Ujar Tania menggoda, dengan tatapan nakal.

Siti dengan mulut penuh makanan mengangkat wajahnya. Ia baru sadar, jika ketiga orang ini sedang menatapnya. Siti tersenyum pada Geometri, lalu kembali menikmati makanannya.

Julian menatap datar Siti, tingkah perempuan ini seperti bocah dan tak ada kata anggun sama sekali.

"Uuuuukhummm."

Julian yang baru saja membuka mulut untuk memasukkan makanan ke mulutnya mendadak berhenti. Sedangkan Geometri sudah tersedak makanannya, buru-buru minum air. Tania hanya diam memandang Siti dengan takjub.

Beberapa pengunjung lainnya, hanya terkikik pelan. Siti menutup mulutnya, ia memandang Julian, Geometri dan Tania bergantian. Ia menunduk merutuki kelakuannya, ia baru saja bersendawa karena kekenyangan. Kebiasaan yang tak bisa ia hilangkan. Ia memang sangat tak tahu malu. Sekarang ia bukan berada di kontrakannya.

Siti berusaha mengangkat wajahnya, ia memamerkan senyum lebar, yang ia sadari mungkin saja ada sisa makanan menempel di giginya. Sungguh sanggat memalukan.

*

Siti keluar dari ruangan dosen bersama Sabrina. Ia baru saja mengumpulkan tugas yang diberikan pak Kenan. Matanya terlihat sayu, pulang dari restaurant mahal itu, ia harus mengerjakkan tugas, padahal tubuhnya terlihat sangat letih. Siti dan Sabrina melangkahkan kaki menuju kantin, di ujung lorong arah gedung fakultas Teknik, ia bisa melihat sekumpulan anak Teknik otomotif berjalan menuju kantin, dengan cepat Siti langsung membalikkan badannya. Di sana ada Geometri. Cowok cool sekampus itu juga melihatnya. Sejak pagi saat akan berangkat kuliah, ia berusaha untuk tidak berpasan dengan Geometri dan Julian. Rasanya benar-benar masih sangat malu. Kaki mungil Siti terus saja berlari dengan cepat. Tidak peduli jika Sabrina sedang meneriaki namanya. Ia makin mempercepat langkahnya untuk hilang di lorong paling ujung.

"AKKKH."

Beberapa buku cetak Siti berhamburan. Siti merutuki orang yang menabraknya, ia menunduk memungut buku-buku cetaknya yang jatuh, sepatu hitam mengkilat di hadapannya masih tak bergarak. Bisa-bisanya orang ini tak bersuara atau sekedar membantunya.

"Gak ada hati-"

Siti menghentikan kalimatnya. Posisinya masih berjongkok. Ia mendonggak menatap mata hitam yang menatapnya datar seperti biasa. Sontak buku yang ia genggam kembali jatuh. Ia baru saja kabur dari Geometri, tapi sekarang harus bertemu Julian.

"Kamu gak punya mata?" Siti menahan nafasnya, Julian memang selalu berkata kasar.

"Anu, maaf-"

Siti menahan kekesalannya, Julian pergi begitu saja. Setelah Julian hilang dari pandangannya, Siti meninju angin. Ia benar-benar sangat kesal.

Ia tak mengerti sama sekali dengan pernikahan mereka. Julian hanya memperingati, jika pernikahan mereka dijadikan sandiwara. Suatu hari nanti, mereka pasti bercerai. Siti memungut bukunya dengan kesal, ia sedang menunggu agar hari itu cepat tiba, jika Tuhan aminkan, hari ini pun ia bersedia.

"Ini buku Lo?" Siti mendongak menatap bukunya yang digenggam seseorang. Geometri tersenyum menatap Siti yang masih mematung. Dengan cepat ia menarik tangan Siti, membangunkan perempuan yang seperti kehilangan raganya.

"Ada kuliah lagi?"

Siti hanya mengangguk saja.

"Pulang bareng gue ya." Siti masih syok. Beberapa siswi yang lewat menatap sinis ke arah Siti. Geometri pergi begitu saja. Siti langsung menghirup udara sebanyak-banyaknya. Benar-benar membuatnya sesak nafas. Sabrina sontak menarik Siti pergi dari lorong yang perlahan ramai karena mahasiswa di ruang ujung Sana baru saja selesai kuliah.

*

Siti membuang nafas kasar. Sejak tadi Sabrina terus saja mengoceh, Sabrina menuntutnya untuk menjelaskan hubungannya dengan Geometri. Mana mungkin ia jujur jika Geometri adalah adik iparnya dan Julian adalah suaminya. Bukan hanya tertawa, ia yakin semua akan menganggapnya gila. Walau Julian dosen baru, tapi pria itu telah menjadi dosen idola baru, karena perawakannya mirip aktor Korea. Bukan hanya pintar dan tampan, Julian juga dosen dengan latar belakang kaya raya.

"Gimana lo bisa kenal Geo sih Ti. Gue malah terus tebar pesona, tapi dia gak lirik sama sekali."

Siti menarik rambutnya kesal. Sabrina sangat bawel. Jika bukan teman baiknya, ia sudah menendang gadis cerewet ini ke empang. Ia tak bisa jujur, Julian akan membunuhnya, jika ia mengaku sebagai istri pria berhati iblis itu.

"Kebetulan, dia nolongin gue. Udah ah, gak usah bawel lo."

Siti menghentikan langkah kakinya, ia menatap sosok Julian yang sedang memeluk seorang perempuan.

"Gosipnya, itu tunangan pak Julian. Cantik banget kayak barbie!" Seru Sabrina ikut menyaksikan Julian dan perempuan itu bermesraan.

Siti mendengus malas, benar-benar pria itu secara terang-terangan menujukkan kekasihnya Tania agar semua orang tahu. Ia benar-benar tak habis pikir, untuk apa Julian menikahinya, jika perempuan yang sangat Julian cintai adalah Tania.

Motor XRF hitam berhenti tepat di hadapan Siti dan Sabrina. Wajah Sabrina sudah mulai salah tingkah, sedangkan Siti masih menatap kesal pada mobil Julian yang telah melaju pergi meninggalkan butiran debu di parkiran.

"Ti, temani gue beli buku dong."

"Huh?"

Siti menatap Geometri yang tiba-tina menarik tangan kanannya dan memintanya untuk naik.

Sabrina masih menatap takjub dengan perilaku Geometri pada Siti, ia semakin curiga. Aksi Geometri menjadikan mereka pusat perhatian, beberapa siswi yang ada diparkiran berbisik-bisik, mungkin sangat penasaran dengan gadis yang ditarik Geometri.

Siti yang merasa jadi pusat perhatian, segera naik dan pamit pada Sabrina, karena Geo ini sangat keras kepala.

Motor XRF hitam Geo melaju membelah keramaian kota, melewati beberapa mobil. Sampai di lampu merah motor XRF yang dikemudi Geometri berhenti.

"Lo gak takut gue ngebut kayak tadi?" Siti terkekeh pelan. Belum tahu saja jika ia bahkan mengemudi motor lebih dari yang Geometri bawakan.

"Gue udah biasa ngebut." Jawab Siti bangga. Ia memang menyukai motor sejak SMA. Sering kabur-kaburan dari rumah demi balap atau tour motor bersama teman-temannya.

"Geo benar-benar pacaran sama sih Siti itu?" Tania menatap Geometri dan Siti yang berada di samping mobil mereka.

Julian hanya diam, ia masih melihat Siti yang tertawa sambil memukul punggung Geometri. Tawa Siti berhenti, saat matanya tak sengaja menatap ke sebelah mobil. Ia melihat Tania, matanya melirik pria yang sedang duduk di sebelah Tania, juga sedang menatapnya tajam.

Hallo Terima kasih buat pembaca lama yang selalu setia😍, Selamat datang buat pembaca baru😊, silakan baca cerita aku yang lainnya ya.
Jangan lupa follow😍 Mari berteman.
Jangan lupa vote dan komentar sebanyak-banyaknya kakak-kakak😊

Siti Bukan Milea (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang