Bab 21. Makan Malam Romantis

1.5K 115 11
                                    

Mungkin bagi perempuan lain, makan malam ditemani musik romantis, dan tatapan dalam dari seorang pria akan membuat jantung berdebar dan wajah tersipu malu-maluin . Berbeda dengan Siti. Merasa bosan dan berlebihan. Jika saja bukan karena hidangan lezat yang masih ia santap, maka ia akan memilih kabur dari sini. Bahkan tatapan maut Julian yang dapat meruntuhkan hati setiap wanita sama sekali tak mempan di matanya.
"Apa makanannya tak enak?"
Siti mendesah pelan, ia menatap Julian dengan kesal.

"Aku merasa lapar, dan bisakah kita makan di lain tempat?"

Julian yang sedang memotong daging steak berhenti seketika. Ia mengerut bingung, aneh. Siti bahkan tak merasa senang seperti perempuan-perempuan lainya.

"Tempat yang mana?" Sontak Siti langsung mengangkat wajahnya, tarikan kecil pada sudut bibirnya membuat Julian paham, Siti sedang merencanakan sesuatu.

Benar Saja dugannya. Siti mengangkat tas selempang, lalu berdiri dengan penuh semangat.

"Ayo, kita ke sana."

*

Julian berdehem pelan, jas hitam yang mulanya melekat di tubuhnya, kini diletakan di sebelah tangan kanannya.

"Bang, sate dua porsi, jangan lupa sambel kacengnya dibanyakin."

Julian menggeleng pelan dengan tingkah Siti yang sedang berdiri di samping gerobak sate.

"Neng Siti, makin cakep, mangling, untung suaranya masih sama. Gak bawa motor lagi? Biasanya makai celana sobek-sobek."

Siti mendengkus pelan. Sejak menikah dengan Julian, ia jarang makan sate di sini. Padahal mas Paijo adalah langgananya sejak dulu. Menata sebentar dandanannya. Ia baru sadar jika dandananya cocok untuk makan di restaurant bintang lima.

Mengamati tingkah Siti yang begitu akrab dengan pedagang sate, Julian sedikit memahami, jika Siti memang perempuan yang berbeda. Capek-capek ia merencanakan makan malam romantis, tapi digagalkan begitu saja. Lihatlah sekarang Siti menghampirinya, lalu duduk di kursi pelastik sebelahnya.

"Kamu sering ke sini?"

Siti mengangguk dengan semangat.

"Banget malahan, sejak SMA, sate di sini enak. Pak Julian harus coba."

Pembicaraan terhenti, saat sate keduanya datang.

Siti begitu semangat, menghirup udara segar sambil memasukkan sepotong daging sate ke mulutnya. Menurutnya buang-buang uang dengan makan mahal. Sejak dulu, ia lebih menyukai yang murah tapi porsi besar.

"Gimana pak? Enakan? Murah, tapi buanyak isinya." Siti berbicara sambil mengunyah makanannya. Bukannya menjawab, Julian malah membersihkan sudut bibir Siti yang belepotan dengan jarinya.

Tatapan keduanya bertemu beberapa detik. Siti terbatuk pelan, jantungnya berdetak lebih kencang. Apalagi beberapa anak mudah sedang bernyanyi di dekat danau sana.

Memang serba salah rasanya

Tertusuk panah cinta

Apalagi ku juga ada pemiliknya

Tapi ku tak mampu membohongi hati nurani

Ku tak mampu menghindari gejolak cinta ini...

Hati nan lara

Yang dirundung asmara

Hilanglah selera

Siti Bukan Milea (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang