Update lagi guys😊
Jangan lupa komentar dan vote sebanyak-banyaknya. Biar semangat terus nulisnya😁😁"Sabrina Cahyani, 90."
Nghooook, groookkkk.
Juliam sontak langsung menoleh ke sumber suara. Menatap sejenak wajah Siti yang tertidur, dengan suara ngorok yang menyakiti telinga. Perempuan keras kepala ini tertidur sejak tadi ternyata."Ma-pa. Hiks"
Julian menatap sejenak Siti yang mulai menyebut nama papa dan mamanya. Air mata mengalir di pipi Siti. Entah mimpi model apa yang dialami Siti. Keningnya terlihat basa karena keringat.
"Siti, bangun."
Siti hampir saja terjatuh jika Julian tidak menariknya cepat. Alhasil posisi keduanya seperti orang berpelukan.
Mata lentik Siti perlahan terbuka. Matanya dan Julian saling pandang dalam beberapa detik.
Siti mengedipkan beberapa kali matanya."Ini mimpikan? Masa gue dipeluk si panjul dakjal sih?"
Wajah Julian masih tenang. Ia membiarkan Siti berbicara sesuka hatinya.
"Ini beneran? Gue pelukan sama si panjul menyebalkan?"
Siti masih menatap wajah Julian.
"Saya kasih kamu waktu 1 detik untuk bangun."
Siti mengerutkan keningnya. Benar saja satu detik berikutnya ia terjatuh ke lantai.
"Astaga, gila lo Julian."
Julian mengeraskan wajahnya. Ia benar-benar tidak suka dengan sikap Siti yang terkesan tidak sopan.Siti masih mengelus bokongnya yang terasa sakit. Julian malah memusatkan perhatiannya ke lembar kertas dan laptop di atas meja.
"Saya beri kamu waktu 1 menit untuk keluar dari ruang kerja saya."
Siti mendengus kesal. Kantuknya benar-benar hilang karena perbuatan Julian. Ia sejenak menatap jam dinding.
Matanya membelak. Hapir jam 1 pagi.Tidak ingin berurusan lagi dengan Julian, Siti memilih pergi tertatih-tatih. Ia rasa pinggangnya encok.
Julian benar-benar menyebalkan. Ia masih ingat, Julian memberinya nilai 60, tidak apa-apa, begitu saja ia sudah syukuri. Jujur dari hatinya, nomor terakhir ia menyontek pada Sabrina. Jika tidak pada Sabrina, mungkin nilainya dibawah 50, auto tidak lulus oleh Julian.
Siti bisa bernafas legah ketika keluar dari ruang kerja Julian.
"Sial neraka kedua adalah hidup bareng Julian." Omel Siti sepanjang jalan menuju kamarnya di lantai atas. Kamarnya, Puteri, Julian dan Geo berada di lantai atas. Keremangan lampu harus membuatnya hati-hati naik tangga, apalagi pinggangnya masih ngilu karena ulah Julian.
"Gila emang si Panjul, dia kira tubuh gue karung sampah, main lempar aja sesuka hati, wuohhhh."
Siti menutup mata, menahan nafasnya sebentar. Merasa tubuhnya tidak merasakan sakit, Siti langsung membuka matanya perlahan.
Tangannya memeluk leher Julian. Ia bahkan bisa merasakan deruh nafas Julian. Keduanya masih saling tatap dalam beberapa menit membiarkan keheningan malam menemani mereka. Dalam keremangan lampu, Siti bisa melihat wajah Julian memancarkan aurah kemarahan."Kalau mau bunuh diri jangan ajak-ajak saya. Cewek stres."
Julian melepaskan tubuh Siti secara kasar, lalu melangkah pergi begitu saja.Wajah Siti memerah kesal. Ia hampir terjatuh juga karena ulah Julian. Dilain sisi ia juga bersyukur Julian menyelamatkannya. Jika bukan karena Julian, mungkin ia sudah masuk rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siti Bukan Milea (End)
RomanceSiti tersenyum pedih melihat Julian berlari pergi meninggalkannya di taman demi Tania, masa lalu pria itu. Hal yang membuatnya terlihat bodoh, tak bisa marah dan melarang, karena pada dasarnya ia hadir menjadi istri Julian karena perjodohan.