Bab 17 Mertua dan Arti pernikahan?

1.7K 142 13
                                    

Jangan lupa komentar sebanyak-banyaknya😊
....
.
.
.

Siti terkejut saat bunyi panci berkumandang di seisi kamarnya.

"Adohhh, ribut ah."

Siti makin menarik selimut menutup seluruh tubuhnya. Rasanya baru tidur sebentar.

"Bangun sana urusin perlengkapan suami." Siti ingin berteriak saking frustasinya, punya mertua tergokil.

Siti dengan tampang kusut dan mata berat turun dari atas tempat tidurnya. Mertua bawelnya benar-benar semakin hari semakin aneh. 

Siti menatap jam dinding yang bergantung pada tembok kamar, matanya berkedip-kedip tak karuan, yang benar saja?

"Eits, mau kemana kamu?"

"Balik tidur ma." Jawab Siti begitu polosnya.

"Tidur-tidur, sana bangun terus urusin perlengkapan Julian, istri model apa kamu?"

Siti menahan kekesalannya, ia memasang wajah cemberut menahan kasur. Ia tak pernah bangun jam 4 pagi, selalu molor sampai siang. 

Siti keluar dari kamar diikuti dengan mertuanya. Memang ngadi-ngadi mama mertuanya.

Siti berdiri seperti orang linglung kehilangan arah rumah.  

"Awas ya kamu berani tidur lagi." Mertuanya pergi begitu saja. Siti masa bodoh ia menggaruk sebelah pipinya yang gatal, lalu menuju dapur. Sejak kapan ia harus mengurus Julian atau si Panjul itu? 

Siti turun dengan wajah kantuknya, Marina dan Mbok Ijah hanya terkekeh melihat kehadiran Siti. Mereka tentu menjadi saksi nyonya besar rumah ini mengambil panci dan sutel ke atas.

"Asallamualaikum Neng."

"Wa'alaikum sallam Mbok Ijah, Mbak Marina." Jawab Siti dengan suara serak baru bangun tidur. Siti mengambil air di atas nakas lalu meminum setengah air di gelas. Kepalanya kembali tertidur di atas meja dapur.

'Treng, treng, treng.'

"Astagajim, anak onta naik kereta tuyul." Siti terlonjak kaget, ia mengumpati kelakuan mertuanya. Bisa-bisanya bunyi panci berdegung kencang, hampir saja menulikan telinganya.

"Tidur teros,"

Siti memasang wajah cemberut, Marina dan Mbok Ijah sudah terkikik pelan sambil memasak.

"Iya ma, Siti udah bangun kok, lihatkan mata Siti meleknya lebar, uluh-uluh, Mbok Ijah mana sayurnya, biar Siti potong sesuai dengan anu Panjul, kucing kita."

Marina malah tertawa, tidak bisa lagi menahan tawanya. Sedangkan mbok Ijah hanya menggeleng melihat kelakuan Siti yang memang kadang eror.

Siti tahu betul mertuanya sudah terlihat kesal. Ia pikir akan diomeli lagi, nyatanya sang mama mertua sudah pergi.

"Neng, ibuk emang keras, tapi dia penyayang kok."

Siti hanya memberikan senyum terpaksa. Selama sebulan ia tinggal di rumah ini, memang baru pagi ini ia ikut bantu-bantu masak, tapi mendengar kalimat mbok Ijah, rasanya aneh. Yang ia tahu, mertuanya itu bawel dan pemarah. Paket komplit dengan sikap puteri bungsunya. Puteri, sudah beberapa hari ini ia tak melihat gadis manja dan menyebalkan itu.

Siti mengangguk-angguk mendengar Mbok Ijah menjelaskan cara masak soup yang enak. Siti perlahan mengaduk sesuai intrupsi mbok Ijah.

"Gampangkan Neng." Siti menggeleng pelan. 

"Enggak Mbok, aku emang gak berbakat masak." Mbok Ijah terkekeh pelan. Ia sedikit tahu, jika Siti lama dalam memahami, sering lupa.

"Pelan-pelan pasti terbiasa neng." Siti hanya mengangguk pelan.

Julian memicingkan matanya, ia yakin tidak salah orang. Perempuan dengan kaus hitam kedodoran ini pasti Siti.

Mendengar suara seperti orang minum, Siti menoleh. Benar saja dugannya, ternyata Julian, sepertinya baru selesai lari pagi.

"Tumben." Siti mendengus malas. Ia tahu Julian pasti sedang menyindirnya.

"Apalagi saya, lebih herman lagi."

"Herman? Heran maksud kamu?"

Siti mendesah malas, merasa bodoh bicara dengan Julian, pria itu pasti tidak paham kalimat gaul yang sering ia keluarkan.

"Jadwal UTS semakin dekat, kamu sudah ada persiapan?"
Siti menatap soup yang mendidih, lalu berbalik menatap Julian.

'Apa hanya gue yang belajarnya SKS, sistem kebut semalam.' Monolog Siti dalam hati.

Kening Siti masih mengerut, ia makin tak mengerti dengan sikap Julian.

"Kenapa saya rasa, pak Julian berubah?" Julian menaruh botol minuman dingin di atas pantri, lalu tersenyum menatap Siti.

"Kenapa?"

Julia perlahan mendekat dengan senyum menyeriangi. Siti menatap ke arah belakang, bisa ia lihat soup masih mendidih, ia tak mungkin mundur.

Tubuh Julian semakin mendekat, jantung Siti berdebar aneh. Tidak mungkin jika ia telah menyukai Julian?

Siti mengedip matanya berulang kali, tangan Julian melewati pinggangya dan kepalanya menyembul ke samping. Siti yakin, jika Julian bisa merasakan debaran jantungnya.

"Ternyata soupnya sudah matang, saya ingin segera makan."

Julian pergi begitu saja. Siti kembali bernafas.

"Hais, pria gila itu." Omel Siti menggosok wajahnya frustasi. Ia benar-benar bisa berpikir yang tidak-tidak.

🎬🎬

Siti mengomel sambil membuka lemari Julian. Mertuanya menyuruh menyiapkan pakaian yang akan Julian kenakan untuk hari ini. Entah mengajar atau ke kantor, mana ia tahu jadwal Julian.

Sebagai seorang pria, Julian memang sangat rapih, jika dibandingkan dengan lemarinya, ia yakin lemari Julian sangat lebih rapih.  Siti melipat tangannya di depan dada, lalu menatap kemeja-kemeja Julian yang bergantungan. Mulutnya beberapa kali terbuka mengetahui merek kemeja yang terkenal dan sangat mahal. Julian memang pria kaya, anak sultan berhati iblis.

Berpikir sejenak, ia tak tahu atau tak pernah memperhatikan style Julian.

"Sedang apa kamu di sini?"

Sontak Siti terkejut lalu berbalik. Matanya membelak saat menabrak dada bidang Julian. Ia yakin kali ini hanya mimpi. Ia dan Julian saling pandang.

"Ais, ini pasti mimpi." Siti terkekeh menatap Julian, ia pasti bermimpi.

Julian masih menatapnya dalam diam. Sisa-sisa air di rambut Julian jatuh ke dada. Siti menelan ludahnya berat. Matanya membelak sempurnah, Julian hanya memakai handuk putih. Julian mengangkat sebelah alisnya, jarak keduanya sangat dekat.

"Kamu ingin melihat saya memakai baju?"

"Enggak."

Siti sontak berlari keluar dengan tergesa-gesa. Lupakan masalah memilih baju untuk Julian. Siti menutup pintu dengan kuat, ia memegang dadanya yang berdebar makin gila. Wajahnya makin memerah.

"Gue kenapa sih?" Siti lekas pergi dari depan kamar Julian, lalu masuk ke kamarnya. Rasanya sangat aneh, ia memang sudah bersuami, tapi ia dan Julian tak pernah menjadi suami istri sesungguhnya.

Ia sendiri tak paham apa arti sebuah pernikahan.

🔊Ayo mana komentarnya😁Biar lebih semangat, dan cepat updatenya😊

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🔊Ayo mana komentarnya😁
Biar lebih semangat, dan cepat updatenya😊

Siti Bukan Milea (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang