Bab 8. Pertengkaran Ayah dan Anak

1.8K 182 8
                                    

Udah update.
Jangan lupa vote and commennya.

"Jangan bertindak sesuka kamu Julian."

"Kenapa papa terus saja ikut campur urusan aku?"

"Papa lakukan ini demi kamu Julian."

Siti masih memeluk toples berisi keripik, perlahan memasukkan keripik ke mulutnya. Ia duduk di ruang nonoton, sesekali mencuri dengar pertengkaran ayah dan anak itu di ruang kerja papa Julian.

"Kenapa harus aku? Seharusnya Geo yang menikahi perempuan jelek bernama Siti itu."

Mulut kaleng bolong. Trompet rusak, dia kira gue mau apa sama mulut comberan gitu?

Siti terus saja memasukkan keripik itu, seperti mengunyah Julian. Dalam hatinya terus saja memaki Julian.
"Tinggal berikan dia uang, lalu cerai apa susahnya sih? Papa yang memperkeruh semuanya."

Pintu ruang kerja papa Julian di tutup dengan kencang dari arah luar. Siti bisa melihat Julian keluar dengan wajah kesal.
Julian menatapnya sebentar, lalu melangkah pergi.

Siti dengan cepat memasukkan sisa keripik terakhir ke mulutnya. Benar-benar menyebalkan Julian.

"Enak benar ya, nyantai kayak gak punya kerjaan."

Siti sontak berbalik. Ia memutar dua bola matanya malas. Benar-benar menyebalkan nenek sihir yang ada di depannya.

"Bagaimana mungkin kak Julian memiliki istri jelek dan tak punya etika seperti ini?"

Siti menatap tatapan puteri pada cara duduknya. Satu kakinya dinaikkan ke atas sofa dengan tangan memeluk keripik. Menurutnya tidak masalah. Toh, ia sudah seperti ini.

"Lah, suka-suka gue dong!"

Puteri membelakkan matanya mendengar jawaban Siti. Ia tak menyangka Siti semakin hari, semakin berani. Ia dan mamanya salah menilai jika Sih Siti ini pendiam.

"Kamu."

Siti masa bodoh, ia memilih meninggalkan Puteri yang masih berteriak seperti orang kesurupan.

Julian dan Puteri, dua orang yang memiliki sifat yang sama. Sama-sama menyebalkan.

"Eits, mau ke mana kamu?" Kali ini Siti harus menahan kekesalannya. Ia berdiri tegak dan tersenyum tipis. Mertua menyebalkannya ikutan muncul.

"Kemana-mana hatiku senang Ma." Siti berusaha melawak. Tapi, benar-benar sangat garing. Mertuanya malah memberi tatapan tak bersahabat seperti biasanya.

"Gak lucu ya Ma?" Siti menggaruk rambutnya yang mendadak gatal. Sebelah tangannya masih memeluk toples.

"Lucu, lucu. Sana siram bunga. Kamu ini perempuan atau apa? Gak bisa ngerawat bunga."

Sebelum mertuanya pergi, ia mendapatkan tatapan aneh. Mertuanya sedang menatap kaos hitam dan celana jeans biru selutut yang ia kenakan.

Siti menggerutu kesal saat mertua tukang ngomelnya memerintah. Benar-benar orang rumah ini, semakin menyebalkan.

"Gak bisa ma, aku harus kerja hari ini."

Ia harus segera bersiap, hari sabtu tak ada kuliah sama sekali. Waktunya libur, tapi teman sepekerjaannya dulu mengabarkan jika bos mereka Meno telah kembali, dan mereka harus kembali kerja.

Sontak saja kalimat dari mulutnya membuat mertuanya kembali berbalik.

"Apa kerja?" Siti mengerutkan keningnya, ia mengelus dadanya pelan saat mertuanya memasang tingkah syok.

Ada apa sih ini buyutnya nenek sihir?

"Kenapa harus kerja? Memangnya anak saya tidak bisa membiayai kamu? Bukannya suami saya juga sudah memberikan kartu ATM pada kamu?"

Siti Bukan Milea (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang