THREE

70.8K 3.3K 7
                                    

•••

Penulis:
Zii_alpheratz

•••

Dan disinilah Davina berdiri. Menahan tangisnya, dia berdiri diam hanya melihat Syaquel dan ayahnya -Alby -berdebat.

Davina takut, khawatir, dan sedih. Dia merasa bahwa dia adalah gadis yang sangat sial.

"PAPI UDAH BILANG BERKALI-KALI SAMA KAMU SYAQUEL! JANGAN MAIN-MAIN DILUAR! FOKUS SAMA STUDI KAMU! TAPI APA YANG KAMU LAKUIN SEKARANG?! KAMU BAWA ANAK ORANG DAN BILANG KALO KAMU-"

Alby Wirattama sama sekali tidak bisa mengendalikan amarahnya, dia berteriak sampai dia kehilangan kata-kata untuk menggambarkan betapa marahnya dia sekarang.

Sang istri -Khalista -segera mendukung Alby yang tampak terengah-engah karena amarah. "Pih, tenang dulu, dengerin penjelasan Syaquel dulu, dong."

Mendengar sang istri yang masih berbicara atas nama anak mereka, Alby kembali berteriak. "Kamu! Kamu juga terlalu manjain dia! Huh..huh."

"Yaudah, yaudah. Ayo duduk dulu." Khalista juga kecewa pada Syaquel, tapi sebagai seorang ibu, dia akan selalu ada disisi putranya.

Khalista melirik Khansa -anak perempuannya yang merupakan kakak dari Syaquel. Memberi kode untuk membawa gadis yang menuyusut dengan mata merah di belakang Syaquel untuk pergi.

Tidak baik untuk memperlihatkan kemarahan suaminya pada calon menantu mereka.

Khansa tau maksud ibunya. Jadi, dia mendekati Davina, tersenyum kearahnya dan membawa gadis itu kelantai dua.

"Itu-"

"Gak papa, biarin Syaquel aja yang jelasin ke, papi." Khansa segera memotong apa yang ingin Davina katakan.

Khansa menarik lengan Davina, membawa gadis itu ke salah satu kamar dilantai dua. Itu adalah kamar bergaya modern, luas dan warnanya didominasi dengan hitam dan putih.

Sekilas Davina melihat, dia tau jika itu adalah kamar seorang pria. Dan, ada bau familiar yang Davina cium dikamar ini. Itu adalah bau Syaquel.

"Ini kamarnya Syaquel." Khansa berkata. "Duduk dulu, Lo mau minum?"

Davina duduk di pinggiran tempat tidur, mengangguk pada Khansa.

Khansa berjalan kearah kulkas kecil di sudut ruangan, membukanya, mengeluarkan minuman dingin dari sana.

"Gue tau itu bukan salah, lo. Lo pasti dipaksa." Ujar Khansa. Dia menyerahkan minuman itu pada Davina.

Davina diam dan tidak menanggapi perkataan Khansa. Dia meminum minumannya perlahan.

Melihat gadis yang dibawa adiknya itu menunduk, diam-diam menyesap minumannya, dia menghela nafas dengan lelah. "Gue cuma gak nyangka dia bisa sampe maksa anak orang." Khansa tau jika adiknya itu sedang patah hati karena orang yang dia cintai lebih memilih pergi menerima tawaran menjadi model sebuah brend internasional dari pada menikah dengan Syaquel.

Tapi, jika dipikir lagi, Rayana memang masuk akal untuk memilih karir terlebih dahulu. Lagian mereka kan masih muda dan jalan masih panjang. Syaquel -nya saja yang kebelet nikah.

Padahal usia mereka baru 22 tahun.

"Tapi lo tenang aja, kalo Syaquel bilang dia mau tanggung jawab, dia pasti bakal tanggung jawab. Adek gue emang berengsek, tapi dia selalu nepatin omongannya."

Davina menoleh, menatap Khansa sebentar sebelum akhirnya mengangguk dan tersenyum kecil.

Dia berharap apa yang dikatakan Khansa adalah benar.

Karena Davina takut, dia takut menghadapi ini sendirian.

"Lo disini dulu, gue balik ke bawah." Setelah mengatakan itu, Khansa keluar dari kamar meninggalkan Davina sendiri dikamar luas ini.

Davina menatap kepergian Khansa sampai punggung wanita itu menghilang dibalik pintu.

Hah...Dia takut.

***

Setelah semua perdebatan, akhirnya Alby hanya bisa menghela nafas dan berkata bahwa mereka akan menemui orang tua Davina besok.

"Pih! Itu terlalu mendadak-"

Syaquel hendak memperotes akan keputusan Alby, dia merasa bahwa besok adalah waktu yang kurang tepat. Setidaknya, berikan dia waktu untuk bernapas.

Malam ini dia dimarahi habis-habisan oleh Ayahnya, dan besoknya dia juga akan dicaci-maki oleh keluarga gadis itu.

Huh!

"Kamu gak punya hak buat protes! Papi yang mutusin ini." Tekan Alby mutlak.

Semua orang tau jika mereka tidak berhak berbicara. Bahkan Davina, dia juga merasa ini terlalu cepat.

Dia takut, memikirkan esok hari. Memikirkan bagaimana respon bapaknya nanti. Dia ingin kabur, ingin lari, tapi Davina tau jika dia menunda-nunda, maka hasilnya akan lebih buruk.

Keluarga empat orang, di tambah Davina, duduk dimeja makan dengan hening. Tidak ada yang berani berbicara selama itu. Hanya dentingan garpu dan sendok yang menabrak piring yang terdengar.

"Nama kamu Davina?" Khalista tiba-tiba bertanya, memecah keheningan yang membuat telapak tangan Davina berkeringat.

Davina mengangguk lamat-lamat. "Iya, tan. Davina anggara."

"Cantik namanya, orangnya juga cantik." Khalista tersenyum pada Davina.

Davina sedikit malu, ketegangan yang dia rasakan sedikit berkurang karena Khalista yang aktif mengajaknya mengobrol. Kadang, Khansa juga ikut menimpali.

To be continued.

***

Ditulis: Minggu. 15 Agustus 2021.


Ini bab udah di revisi, kalo masih ada kesalahan atau typo, tolong di tandai ya, gyuz.

SYAQUEL: Young DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang