16 | Malam Romantis

15K 369 4
                                    


Mas Herman bilang barang-barangnya jangan langsung di susun, beres-beresnya besok saja. Pria itu memang begitu pengertian, tahu bahwa perjalanan kami begitu meletihkan. Sebenarnya tidak terlalu jauh, hanya berjarak lima belas dua puluh kilometer dari rumah Bunda. Tapi, karena kami berangkat sore-sore, bertepatan dengan jam pulang kerja, jalanan begitu macet, mobil kami hanya bisa bergerak satu meter setiap satu menit. Bayangkan saja berapa lama waktu yang kami habiskan di jalan!

Begitu sampai, rumah yang berada di perumahan ini benar-benar cantik dan indah. Sebenarnya bangunannya sama dengan rumah-rumah yang kami lewati waktu memasuki pintu perumahan tadi, hanya saja berkat tangan Mas Herman, beberapa bagian di modifikasi jadi jauh lebih bagus.

Sama kayak rumah Bunda, rumah kami juga dua lantai, Mas bilang biar tambah luas. Padahal cuma kami yang mengisi, satu lantai saja sudah cukup menurutku.

Masuk ke dalam rumah setelah Mas membuka pintu, mataku terpesona oleh ruangan yang kulihat, nuansa vintage dengan warna yang kalem-kalem tampak memanjakan mata. Ini gaya rumah yang aku idam-idamkan dari dulu. Sekarang terwujud.

Ah, aku jadi sadar, setelah menikah dengan Mas Herman, hidupku jauh lebih baik. Memang, aku terlahir di keluarga yang berkecukupan, meskipun tidak bisa dibilang kaya, kami masih banyak kurangnya. Tapi ini semua kudapatkan tanpa harus bekerja ekstra, cukup jadi istri Mas Herman.

Kamar kami letaknya di lantai dua, posisinya persis seperti kamar Mas Herman sebelumnya. Pria itu sempat menceritakan alasannya memilih posisi itu waktu di mobil tadi. Katanya ia suka berada di ketinggian, view dari posisi itu juga sangat bagus. Sayang aku tidak bisa menikmatinya saat ini, karena begitu kami sampai di rumah, langit sudah menghitam.

"Dek, kamu mau makan apa?" Mas Herman menatapku, di genggamannya layar ponsel menyala menunjukkan sebuah aplikasi delivery order.

"Ana ikut Mas aja," jawabku meletakkan tas di meja.

"Gimana kalau McD, kamu mau burger atau ayam?"

Aku tertegun, Mas Herman suka makanan junk food begitu? Aku pikir ia akan memesan nasi Padang alih-alih makanan seperti itu. Sebagai pecinta ayam aku pun milih itu.

"Oke, udah Mas pesan, mungkin kurang lebih lima belas menit lagi bakalan datang." Ia lalu merogoh celananya dan mengeluarkan dompet berwarna hitam, ia menarik dua lembar uang bernilai seratus ribuan lalu diletakkan di atas ponsel yang ia letakkan di meja.

"Mas mau naik, mau mandi, nanti kalau sudah datang tolong bayarkan, Dek."

Aku mengangguk. Mas Herman sepulang kerja tadi tidak sempat mandi, tapi untungnya aku sudah selesai.

Estimasi pengiriman yang tertera pada aplikasi tepat, pada menit ke lima belas aku menunggu bel berbunyi, aku buru-buru keluar rumah tak lupa membawa uangnya.

Malam ini kami makan dengan bahagia, Mas banyak bercerita tentang bagaimana ia mendesain rumah ini, setiap kali mulutnya terbuka untuk berbicara aku menyukainya. Ia tampak bersemangat, rasa ayam goreng tepung yang kulahap bertambah-tambah nikmatnya.

***

Karena besok sudah memasuki weekend, Mas Herman tidak perlu tidur buru-buru. Dia mengajakku nonton film, katanya kami belum pernah bermesraan sejak menikah. Maka kali ini kami akan melakukannya.

Aku tidak tahu banyak film, jadi kali ini Mas Herman yang memilihkannya, sebuah film barat. Untungnya saja dia tidak memilih yang bergenre aksi atau fantasi, hal yang tidak pernah Kusuka. Malah ia memutar film romantis.

Pada saat melihat judulnya; Titanic, aku rasa ini akan sangat menyenangkan. Berdua-an dengan suami, sambil menonton film romantis, di peluk malam yang tenang, dan tidak akan ada yang mengganggu.

Layar televisi menyala, menampilkan tab menu, Mas Herman sibuk mengutak-atik benda elektronik itu untuk dihubungkan dengan internet.

Pada zaman yang serba canggih ini, semuanya serba praktis, beli televisi tidak perlu lagi membeli perangkat keras lain untuk dipasangkan DVD. Hanya perlu memasangkan internet, dan buka aplikasi Netflix (aplikasi menonton film) cari judul yang kau mau, dan tadaa film kualitas bagus bisa kau nikmati.

Dudu di sofa panjang nan lembut, Mas Herman kembali ke sampingku, posisi kamu begitu dekat, ia bahkan merangkul pundakku. Awalnya aku sempat kaget, sebelum terlena akan sikapnya yang manis. Lalu tanpa malu-malu, aku menyandarkan kepala pada dada bidangnya. Pipiku bersemu merah, untungnya Mas Herman sudah terlarut dalam film, aku senang ia tidak menyadarinya.

Titanic menceritakan kisah sepasang kekasih, Jack dan Rose yang tidak bisa bersatu karena perbedaan kasta di antara mereka.

Sedikit banyak kisah mereka mirip dengan kisahku dengan Mas Herman.

Aku wanita biasa-biasa saja bisa mendapatkan pria tampan nan mapan macam Herman. Mas Herman berpendidikan tinggi, sedangkan aku hanya lulusan SMA.

Sebagaimana Rose tetap menerima Jack apa adanya, begitu pun Mas Herman yang menerima aku yang banyak kekurangan ini. Saat mata Mas Herman enggan beralih dari layar televisi, aku memberanikan diri memeluk tubuh pria ini.

Saat inilah aku tahu, bahwa hati ini telah jatuh cinta sepenuhnya padanya.

Dugaanku mengenai Mas Herman masih fokus pada film ternyata salah, saat ia balas memelukku. Aku tersenyum dan meletakkan wajah di dadanya.

Ia mencium puncak kepalaku dan mengusap punggung ku.

"Dek, naik ke atas yu. Tiba-tiba Mas pengen kayak Jack dan Rose."

Aku mengangkat kepalaku dan mendongak menatap Mas Herman bingung. Tapi arah tatapan mata Mas Herman menuju pada TV. Adegan kedua kekasih itu tengah bercumbu di dalam mobil membuat aku melotot dan mengerti ucapan Mas Herman.

Malu-malu aku mengangguk, dan menerima uluran tangannya menuntunku ke kamar. Aku menuruti semua perlakuannya, bahkan ketika ia menyuruhku untuk melucuti pakaiannya dan ia melucuti pakaianku.

Lucu. Padahal kami sama-sama dapat melakukannya sendiri.

****

See u next chapter!

Don't forget to tap star and give comment!

My Husband My Fault [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang