[Special part : Lisa's POV]
***
Kalau aku mengingat masa lalu, pada malam-malam panas kami, ada jeda waktu untuk kami saling mengenal satu sama lain.
Om-om yang mengaku sudah berumur itu, kalau kuhitung sekarang umurnya empat puluh tahun, sejak awal emang enggak mau menikah. Ia sadar diri masih ingin main-main walau waktu terus berputar, usianya setiap tahun bertambah.
Katanya dulu padaku begini; "Saya masih suka main perempuan, enggak tega saya menyakiti hati istri saya kelak." Saat aku bertanya kenapa tidak nikah-nikah, padahal kan kalau udah nikah bisa ngewe halal. Manis banget kedengarannya, pria itu terlihat sangat menjagakan perasaan istrinya, sampai beberapa bulan ini aku tahu ia tetap saja menyakiti istrinya meski sudah banyak bermain-main.
Pepatah yang mengatakan sekalinya laki-laki brengsek ya tetap akan brengsek itu benar sekali. Hanya nol koma lima persen perempuan bisa mengubah sifat brengsek pria.
Meski begitu aku tidak pernah sekalipun membencinya, Herman tetaplah om-om yang dulu menjadi pelanggan favorit aku. Bayaran yang ia kasih selalu tinggi, tubuhnya juga terjamin bersih dan kuat, jadi waktu kami bermain aku juga bisa mendapatkan kenikmatan yang sama.
Beberapa kali aku dapat pelanggan om-om bangkotan yang 'anu'-nya telah keriput. Enggak enak banget sumpah!
Tapi karena pekerjaannya aku ini bukan tentang kenikmatan yang aku dapatkan tapi kenikmatan yang pelanggan aku dapat, jadi aku tidak pernah mempermasalahkannya. Yang penting uang, boss!
Bertemu lagi dengannya setelah waktu yang lama membuat aku terkejut bukan main. Apalagi mendapati Ana yang jadi istrinya semakin membuat aku terkejut.
Aku sudah bisa menebak suatu hari kami akan bertemu, berteman dengan Ana, sering ke rumahnya, sungguh memperbesar kemungkinan kami bertemu.
Aku sempat berpikir ia tidak akan mengingat atau merasa tertarik denganku lagi karena sudah ada Ana. Tapi nyatanya hari ini lihat. Om-om sange ini muncul di tempat kerjaku.
"Buat apa kemari?"
"Buat nyewa jalang kesayangan saya yang dulu sempat hilang."
"Emang istri kesayangan lo nggak sanggup memuaskan suaminya ini?" Kataku dengan dengusan.
"Puas sih. Amat puas lagi, meski kadang kesal karena dia sangat amatir," jawabnya membuat aku memutar mata. Apakah harga istrinya serendah itu? Hanya sebatas pemuas nafsu?
Kok yo lemes banget bibirnya ngomong amatiran. Ya jelas amatir, kan Ana cewek baik-baik yang masih polos banget tentang begituan, emang dia yang udah sering coblos sana coblos sini.
"Melihat kamu lagi, aku jadi ingin servis handal kamu." Ia menatap tubuhku lekat.
Sebagai seorang wanita penghangat ranjang pria mesum, dipandang seperti ini sudah biasa. Tapi kali ini rasanya risih. Mungkin ini efek aku mengetahui Herman itu suaminya Ana, teman dekatku.
"Enggak! Om sudah saya blokir dari daftar pelanggan saya," tolakku tegas.
"Saya bayar mahal. Kamu tahu saya selalu royal ke kamu."
Aku lagi-lagi mendengus, serindu itu ia akan tubuhku?
Dasar sangean
"Tetep enggak mau. Sana cari jalang lain."
Wajah Herman mulai mengeras, ia tampak kesal. Aku tidak peduli, sejak Bundanya mengancamku hari itu, aku memang sudah bertekad untuk menjauhi pria ini, bodo amatlah kehilangan bayaran tinggi.
"Saya maunya kamu!"
"Saya mau kerja, pulang sana," putusan terakhir, aku berbalik hendak pergi, tapi ia menahan tanganku.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband My Fault [TAMAT]
RomanceAnna memilih menikah muda untuk meringankan beban orang tua, ia baru saja lulus SMA saat memilih menikah dengan Herman, pria jauh lebih tua dibandingkan dirinya. Ia pikir menikah itu sederhana, itu sebabnya sangat kaget saat tahu penuh dengan masal...