29 | Rahasia yang Tersembunyi di Belakang

11.4K 344 78
                                    

[Special part; Lisa's POV]

***

Ada beberapa orang terlahir dengan keberuntungan. Punya keluarga harmonis, teman-teman baik, ekonomi yang stabil, nasib yang mujur. Golongan manusia itu akan benci melihat penyimpangan, mudah menilai seenak jidat. Termasuk seorang wanita cantik--kuakui itu--dengan setelan glamour serta beberapa barang branded melekat ditubuhnya, yang tengah marah-marah enggak jelas di depanku ini.

Masih banyak meja yang belum kubersihkan, menjadi pelayan Kafe selama empat bulan membuat teman kerjaku yang lain sudah biasa dengan adegan seperti ini.

"DASAR LONTE!"

Ajigile, aku pikir manusia-manusia kaya selalu menjaga tutur bahasanya, ternyata kebanyakan dari mereka justru seringkali berbahasa binatang.

"Pura-pura budek lo jalang!"

Aku menghela napas berhenti mengelap meja, membalas tatapan mautnya tidak takut sama sekali. "Duh, Mbak. Saya lagi kerja, nih, mohon maaf tidak bisa menanggapi ocehan gak bergunanya. Silahkan coba lagi besok...."

"Sok iya banget lo. Kalau enggak mau diganggu jangan ganggu duluan. Rumah tangga gue hancur gara-gara lo!"

Aku sungguh butuh membeli penyumpal telinga mulai besok. Wanita rupawan ini sungguh senang sekali teriak-teriak. Apa dia tidak tahu bahayanya teriak?

Nih, saya jelaskan. Bagi pendengar, itu bisa merusak telinganya, gendang telinga ku rusak emang dia mau ganti?

Bagi manusia yang teriak, kasihan atuh pita suara dan tenggorokannya. Aku tahu sekarang pasti tenggorokannya kering.

Merugikan kedua pihak bukan? Kenapa masih dilakukan sih?

"Lo, ya! Bener-bener bikin emosi gue habis," katanya sedetik kemudian menjambak rambutku kuat.

Rasanya ia ingin mencabutnya dari kulit kepalaku, lantas refleks aku ikutan menjambak rambutnya.

"Lonte!"

"Pelacur!"

"Jalang!"

"Binatang!"

"Mati aja lo bangsat!"

Bahkan dalam keadaan saling jambak-jambakan aja dia masih sempat teriak. Sungguh luar biasa. Karyawan lain kemudian melerai kami, bisa kalian bayangkan bagaimana kondisi penampilan kamu yang sudah acak-acakan.

"Lis, sudahi dong. Bentar lagi Kafe buka nih, bos bisa marah kalau sampai pelanggan lihat ada orang berantem."

Aku menyisir rambutku dengan jari-jari, "Ish, bukan salah gue. Nih Mbak-mbak Nggak jelas ini yang tiba-tiba nyosor duluan." Kataku pada Caca, teman karibku di kampus sekaligus orang yang membawaku kemari.

"Heh! Lo yang enggak jelas, perempuan gak bener yang suka goda lakik orang."

"Lha lakik lo yang kegatelan, burungnya yang liar amat!" balasku tak tahan lagi.

"Mulut lo ya!"

"Makanya Mbak jadi istri seharusnya lebih belajar lagi memuaskan suaminya. Bukan cuma mau duitnya doang! Lakik lo udah bangkotan aja masih susah lo puasin? Jangan-jangan punya lo udah melar selebar jembatan Suramadu!"

Wanita itu memerah tampak ingin menjambak atau menamparku, tapi aku kali ini tidak mau wanita itu mengacau lagi. Aku mundur lalu, menatapnya garang.

"Bukan aku yang goda suami lo, suami lo yang minta dipuaskan, sedangkan gue ya terima aja wong dibayar mahal! Lah lo?! Udah dikasih uang banyak tetep kagak mampu!"

"ARGHHH SIALAN LO ANJING!"

Wanita itu berada pada puncak amarahnya, Caca geleng-geleng, tidak mampu berbuat apa-apa lagi, selain menonton apa yang akan terjadi. Tidak mau ikutan terluka dengan perkelahian kami.

My Husband My Fault [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang