39 | Berbagi Kisah

4K 266 44
                                    

Sejujurnya aku tidak tahan lagi berlama-lama duduk bersama Andre. Lebih tepatnya, tak tahan lebih lama lagi bersamanya, alasannya?

Malu!

Bisa-bisa aku nangis dipelukan Andre.
,
Jelas saja, insiden menangis tiba-tiba tadi membuat laki-laki keheranan, apalagi suasana pasar yang ramai, membuat semua mata memandang ke arah kami. Beberapa orang dengan jelas menatap penasaran, beberapa lainnya menuduh Andre yang membuat aku menangis, syukurlah ada beberapa yang mengabaikan kami.

Namun, begitu pun, Andre tetao pria yang gentleman, ia membiarkan aku puas menangis, kemudian membawa aku ke sebuah warung untuk membeli minum, sejauh ini ia tidak bertanya ataupun marah padaku. Sungguh semua tingkahnya justru membuat aku menjadi sangat bersalah.

Mungkin Andre menunggu aku yang terbuka duluan, dibandingkan bertanya apa sebenarnya masalahku. Tapi aku sedikit ragu, pantaskah cerita rumah tangga ini aku ceritakan padanya?

"Mbak Anna udah baik-baik saja?" pertanyaan itu adalah suara pertama sejak kebisuan sedari tadi.

Hanya tersisa mata sembab dan hidung memerah. Aku tidak lagi menangis, minuman dingin yang baru saja aku tegak cukup mampu membuat tubuhku dingin dan sedikit menenangkan.

"Sudah," jawabku pelan.

"Maaf jadi merepotkan dan membuat Mas malu."

Aku lebih suka jika Andre marah atau tersinggung, tapi ia tetap sebaik itu. Pria satu ini lebih memikirkan keadaan ku daripada dirinya sendiri, membuat aku sungguh berat dengan rasa bersalah. Kendati ia selalu berkata 'tidak apa-apa', rasa bersalah masih saja menghinggapi diriku.

"Mbak sedang ada masalah, ya?" tanya Andre tepat mengenai jiwaku.

Mungkin wajahku terlalu mudah dibaca, atau semua masalahku tercetak jelas di mukaku, entahlah.
Aku tidak langsung menjawab, masih menimang apakah kuceritakan saja?

Selama ini aku hanya memendamnya sendirian, tidak teman untuk bercerita, satu-satunya teman yang aku punya justru mengkhianati diriku. Bercerita pada ibu rasanya tidak enak menambah bebannya.

Aku tidak punya siapa-siapa.

Jelas tawaran Andre untuk mendengarkan ceritaku, rasanya sangat menggoda. Meskipun menceritakan aib rumah tangga itu tidak baik, Ya Allah izinkan hamba untuk sekali ini saja berbagi kisah ku pada seseorang, sebab aku tidak kuat menahan nya sendiri lebih lama lagi.

"Benar, Mas. Akhir-akhir ini hidup saya berat sekali, banyak masalah bertubi-tubi datang."

Lalu cerita itu mengalir, tentang punya mertua cerewet dan julid yang hobi menyalahkan aku di setiap situasi, suamiku yang akhir-akhir jarang di rumah, ayahku yang sakit, juga pengakuan kalau suamiku tidak mencintai aku.

Kurahasiakan satu hal; Mas Herman berselingkuh. Rasanya sulit untuk menceritakan yang satu itu, mungkin cukup itu saja.

Benar, cukup bercerita, menumpahkan segala nya, bahuku sedikit ringan. Andre mendengarkan aku dengan serius, seolah masalahku juga masalahnya, matanya lekat memandangi diriku.

Aku ingin menangis lagi, tapi aku tahan, tidak mau terlihat lebih memalukan lagi.

"Pasti rasanya sulit, ya, Mbak." Andre kini tidak lagi menatapku, kami sama-sama menatap ke depan, ke arah jalanan yang ramai oleh kendaraan.

"Saya juga tidak pandai berkata-kata untuk menyemangati Mbak, hanya saja yang pasti, Mbak pasti bisa melewati semua ini. Itu alasannya kenapa Mbak yang dipilih dapat ujian seperti ini, karena Allah tahu Mbak kuat dan sanggup menghadapinya."

"Saya tahu nasihat seperti ini pasti sudah sangat klise. Namun, percayalah, ada upah besar yang akan Mbak dapati di akhir setelah bertahan selama ini, Allah maha pengasih dan penyayang, ia tidak kan menyakiti hambanya di luar kemampuannya."

My Husband My Fault [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang