Special chapter : Lisa Poin Of View (POV)
***
Aku sudah berjanji pada Herman agar tidak menerima pelanggan lagi karena dia bilang akan membiayai seluruh kebutuhanku mulai sekarang. Rasanya agak aneh saat tahu kini punya kekasih yang bertanggung jawab atas hidupku.
Menyenangkan. Senyumku mengembang mengingat pernyataan cintanya, rasa-rasanya hidupku kini jauh lebih indah.
Namun, aku terpaksa mengingkari janji saat om-om yang pernah menjadi pelanggan ku datang. Sudah sangat larut untuk bertengkar, ia keras kepala sekali walaupun sudah aku tolak mentah-mentah.
Dengan iming-iming uang jutaan rupiah, aku akhirnya menyetujui nya.
"Ah, kau nikmat sekali," katanya sambil terus memompa pinggulnya.
Pria tua ini sudah tidak berenergi, aku harus berpura-pura mendesah agar dia puas, meskipun rasanya tidak ada apa-apa.
Sudah banyak pelanggan yang mengatakan bahwa pelayanan yang aku berikan sangat memuaskan dan banyak yang ketagihan.
Aku terkadang tidak habis pikir, pria-pria itu rata-rata sudah berumur dan punya istri, apakah istrinya saja tidak bisa memuaskan mereka? Entah ini salah mereka atau salah istrinya yang tidak pintar membuat suami betah di rumah?
Bodoh amatlah, justru karena itu aku bisa makan. Kalau semua suami setia, lalu siapa yang memakai jatahku.
Aku terikikik, om-om tua yang kini banjir oleh keringat terlihat bingung, "kenapa?"
"Enggak, Om. Bukan apa-apa," kataku membelai dadanya yang ditumbuhi bulu-bulu rambut yang sedikit banyak sudah beruban. Kuhentikan pinggulnya, "mau gantian Om? Biar Lisa yang puasin, Om."
Tidak menunggu jawaban nya, aku membalikkan kondisi, kini ia di bawah. Women on the top. Aku memang lebih menyukai di bawah, tapi jika lawan bermainku pria lemas macam yang satu ini, maka posisi ini lebih menyenangkan.
Sambil maju-mundur, om-om ini kesenangan memainkan payudaraku. Aku geli merasakan remasan di kulit dadaku, hal ini memicu birahiku semakin naik dan mempercepat goyangan pinggul saat gejolak itu mulai muncul.
Si Pria tua ini rupanya merasakan hal yang sama, ia menggoyang pinggulnya membantu ku, juga tangannya yang semakin kuat meremasi dadaku.
"Shhs... Sedikit lagi, Om. Barengan, ya...."
Hanya butuh beberapa saat untuk kami sama-sama bisa merasakan nikmatnya orgasme, tapi gagal karena pintu tiba-tiba terbuka.
Herman muncul, membuat aku seketika panik dan melepaskan diri, menjahui pria tua itu dan buru-buru membalut diri dengan selimut.
"Om Herman?"
Aku kebingungan, terkejut lebih tepatnya. Bagaimana dia bisa ada di sini? Bukannya dia tadi siang yang mengatakan tidak akan datang karena mau bersama istrinya.
Tadi pagi, selepas bertemu dengan Anna, aku memang belum menceritakan apa-apa pada Herman. Karena menurutku waktunya belum tepat.
Herman bilang, jika memang tidak mau menjadi istri kedua, maka aku harus rela jadi selingkuhan nya agar Anna aman.
Aku pun mengiyakan. Meskipun aku bukan wanita baik-baik, tapi aku teman yang setia. Selagi tidak ketahuan, maka Anna tidak akan tersakiti pikirku. Kenyataan bahwa Anna tahu membuat aku kembali pusing apakah pilihanku salah?
Rencananya aku akan memutuskan hubungan berdosa ini dengan Herman, dan mungkin saja pilihan jadi istri kedua bukan hal yang buruk. Aku bisa tetap menjalin hubungan baik dengan Anna.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband My Fault [TAMAT]
RomanceAnna memilih menikah muda untuk meringankan beban orang tua, ia baru saja lulus SMA saat memilih menikah dengan Herman, pria jauh lebih tua dibandingkan dirinya. Ia pikir menikah itu sederhana, itu sebabnya sangat kaget saat tahu penuh dengan masal...