[ 2 ]

30.5K 4.9K 743
                                    

"Saya minta maaf, Rion. Dani nggak selalu seperti ini, dia begini karena dulunya rumah ini ditempati sahabatnya. Sahabatnya itu pindah bulan lalu, dan sekarang kamu menempati rumahnya, jadi—"

Jadi, bocah berkuncir dua dengan keahlian memanjat pohon seperti tupai ini, mengira Rionlah yang menggusur pergi sahabatnya dengan pindah kemari.

Padahal Rionlah yang paling menentang rencana kepindahan ini. Rion cinta rumah lamanya, sekolahnya, sahabatnya—Totol si anjing jalanan dan Belang si kucing kampung yang doyan menyakar manusia—baiklah, jangan bilang siapa-siapa, sebenarnya ia tidak punya sahabat.

Intinya, ia tidak ingin pindah ke rumah ini. Dan kalau tahu bakal disambut lemparan mangga serta batu yang membuat kepalanya luka, ia bertambah-tambah tidak ingin pindah.

"Maaf ya, Rion. Dani biasanya nggak bandel begini," Tante Indah hati-hati mengambil kapas dari atas kepalanya, lalu meringis melihat noda darah di sana. Wanita itu memiliki wajah yang sangat bersahabat. Tubuhnya sedikit pendek dan kurus, rambutnya panjang lurus melewati bahu, dan Rion menebak umurnya kurang lebih sama seperti Mama.

Wanita yang mengenakan daster rumahan Bali berwarna pink—bisa jadi kuning—dan celana pendek seperti warna abu itu menoleh ke belakang, menatap Papa dengan perasaan tidak enak.

Sementara anaknya, Dani, berdiri di belakang sana, masih memandangi Rion dengan alis menukik tajam. Tubuh kurusnya tampak kontras dengan perut buncitnya yang seperti balon.

"Pak, maaf, apa tidak sebaiknya Rion dibawa ke rumah sakit?" Tante Indah memandangi Papa.

Tentu saja Papa tahu bahwa noda merah di kapas itu bukan saos tomat, tapi Papa menggeleng. "Kami sedang sibuk pindahan. Tidak perlu."

"Oh, saya bisa kok, mengantar Rion ke rumah sakit—"

"Rion," Papa kini menatapnya. "Kepala kamu masih sakit?"

Kepala Rion menggeleng pelan.

Papa pun kembali berpaling pada Tante Indah. "Anda sudah lihat sendiri, kan? Anak saya tidak apa-apa."

"Ya, tapi—"

"Cuma luka kecil, tidak ada yang perlu ke rumah sakit."

Tante Indah terlihat bingung.

Sementara Rion mulai berpikir apakah dia sungguh baik-baik saja. Jangan-jangan lemparan batu itu membuatnya gegar otak.

52 x 30 = 00 dan 156, jadi 1560.
Ibu kota Jepang, Tokyo.
Panitia Sembilan dibentuk pada tanggal 1 Juni 1945, oleh Ir. Soekarno.
Jupiter memiliki badai antisiklon yang lebih besar dari bumi, dan disebut planet gas karena atmosfirnya terdiri dari hidrogen, helium, dan campuran gas metana.

Tampaknya Papa benar. Ia baik-baik saja.

Kendati demikian, Tante Indah masih saja bersidekap memandanginya dengan penuh rasa kasihan.

"Kalau Anda tidak keberatan, saya masih punya banyak pekerjaan yang belum selesai," Papa menunjuk ke arah pintu. "Silakan."

"Sekali lagi, saya minta maaf," pinta sang tetangga. "Kalau kalian butuh sesuatu, kalian bisa cari saya di rumah sebelah."

Papa tidak menjawab, Rion juga bergeming. Akhirnya sang tetangga pun menyerah dan segera menggandeng Dani untuk keluar.

Suara rengekan anak perempuan itu terdengar dari luar rumah. "Aku mau Adam balik! Aku nggak mau dia tinggal di sini! Pokoknya aku mau Adam balik!"

Pasti Adam nama sahabatnya yang baru pindah itu.

"Aku nggak mau si Biawak itu tinggal di sini!"

I Don't Love You AnymoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang