- 5 -

17.3K 3.7K 686
                                    

Chapter kemarin kayaknya jadi chapter kesukaan aku, karena manis kayak permen.
Tapi ... aku kan gak suka permen?

***

Rion selalu menyukai sensasi yang dirasakannya saat menyelam. Gelombang yang menebas semua sendi ototnya, gemuruh dengung yang menjelma menjadi orkestra di telinganya, saat tubuhnya melesat di dalam air yang dijinakkannya dengan mudah.

"WELL DONE, RION! BAGOSSS!!!!"

Teriakan Coach Raya membahana di setiap sudut gelanggang. Rion ikut mengepal tangan penuh rasa puas, karena sesi latihannya kali ini sukses besar. Ia memecahkan rekornya sendiri di 50 meter gaya dada dengan waktu 31,16 detik.

Coach Raya masih girang habis-habisan saat Rion mengangkat tubuhnya dan menempel di tepian kolam untuk mengatur napas.

"Dua hari ini perkembangan lo pesat. Gue liat mood lo juga bagus. Good job, Yon. Gue harap lo bisa begini sampai kejuaraan nanti."

Rion menengadah sambil tertawa.

"Ada sesuatu yang terjadi sejak Selasa kemaren," Coach Raya berjongkok tepat di hadapannya. "Siapa pun cewek yang lagi lo pacarin itu, pertahankan. Lo butuh dia, gue butuh dia, klub renang dan kota perwakilan lo juga butuh dia. Jangan putus, seenggaknya sampe bulan depan setelah kompetisi."

"Gue nggak punya cewek."

"Halah, sompret." Senyuman Coach mengandung sejuta arti. "Gue juga pernah ABG kayak lo. Gue tahu bener apa yang gue liat. Elo, lagi kasmaran."

Rion melepaskan kacamata renang dan mengusap wajahnya dari sisa-sisa air.

"Aaaahh, masa muda." Coach Raya menerawang dengan gaya dibuat-buat. "Jatuh cinta sejuta rasanya, ya, Rion?"

"Bukan itu."

"Pokoknya, nikmatin dulu aja. Gue nggak peduli lo mau ngapain. Tapi awas yeh, jangan sampe urusan hati lo itu jadi bumerang yang menyerang performa lo nanti. Siapa pun cewek penyemangat lo itu, pertahankan dia setidaknya sampe lo jadi juara."

"Gue nggak punya pacar."

"Whatever, Champ."

***

Meski salah besar soal pacar, tapi ada satu hal yang benar dari ucapan Coach Raya: mood Rion memang sedang dalam mode mekar-mekaran. Terhitung sejak Selasa kemarin hingga sekarang hari Jumat, Rion bahagia.

Ia jadi lebih banyak tersenyum. Sedikit jarang belajar—walau nilainya tetap sempurna. Dan hampir tidak pernah merasa lelah meski jam latihan dan sekolahnya sungguh menguras tenaga. Setiap hari rasanya berbeda.

"Selamat pagi, wahai Tumpuan Masa Depan dan Harapan Bangsa Dalam Mengarungi Era Globalisasi." Dani sudah menantinya di depan gerbang sekolah. Rambutnya dikucir satu dengan ikat rambut warna merah khasnya.

Rion tersenyum menghampirinya, lalu membungkuk sedikit agar sang adik bisa mengulurkan tangan merapikan rambut berantakannya yang setengah basah—kebiasaan yang selalu dinantikan Rion setiap selesai berenang, sampai-sampai ia sengaja membiarkan rambutnya berantakan tanpa disisir.

"Bukannya perenang itu harusnya punya rambut pendek ya? Biar lebih kenceng berenangnya?" Dani mulai menyugar rambut Rion dengan jari-jarinya. "Hari ini latihannya kok cepet?"

Memang terhitung sejak Selasa, Rion sengaja mempercepat jam latihannya agar tidak perlu bolos di setiap jam pelajaran pertama. "Hari ini aku pecahin rekor."

"Hebat. Bunda bangga sama kamu, Nak."

"Buncis telornya udah dibawa?"

"Udah dong. Nanti siang aku makan. Ngomong-ngomong, hari ini aku pulang agak sorean, ada tugas kelompok. Nggak usah nungguin aku ya. Nanti aku baliknya sama Nia."

I Don't Love You AnymoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang